Prediksi Awal Tentang Kemungkinan Arah Kecenderungan Pilkada DKI
[tajukindonesia.com] - Kalau melihat data-data sementara dan analisis kecenderungan, maka ada beberapa hal yang perlu dicatat.
(1). Jika beberapa survey yang telah dilakukan sampai saat ini, dengan asumsi lembaga survey itu dapat dipercaya atau kredibel, maka menunjukkan, angka untuk Ahok - Djarot tidak pernah melampaui lebih dari 50 persen, selalu dibawah 50 persen.
(2). Setelah ada pasangan penantang petahana, Anies - Sandiaga dan Agus - Sylvia, maka kenyataannya posisi Ahok - Djarot secara perlahan dan pasti semakin menurun, sementara penantangnya masing masing semakin menaik secara perlahan tapi pasti.
(3). Semakin masifnya gerakan untuk mendukung selain atau asal bukan Ahok, karena banyaknya persoalan etika dan tidak menyelesaikan persoalan derita kelompok miskin kota yang tergusur dan sejumlah hal hal lain dalam manajemen pemerintahan DKI - sebagaimana yang dikaitkan dengan pola etika -misalnya dalam menghadapi kelompok masyarakat tertentu dengan tidak etis dan tidak bermartabat dalam hal penggusuran, maka membangkitkan solidaritas pada kelompok marginal terpinggirkan yang menderita di perkotaan, maka gerakan untuk memilih pokoknya asal selain Ahok semakin besar dan semakin tinggi solidaritasnya.
(4). Faktor gaya kepemimpinan Ahok yang arogan, keras, menyakiti perasaan mereka yang terpinggirkan, kurang manusiawi, kurang taktis dan strategis dalam dialog dan dialektika dengan kaum marginal,sehingga dimaknai seakan tidak pro rakyat tapi pro kelompok mapan, kaya, pengusaha dan kelompok yang diuntungkan dalam pembangunan Jakarta saat ini, menciptakan masalah gaya dan etika dalam kepemimpinan Ahok menjadi sumber masalah baru.
(5). Lama kelamaan, seiring berjalannya waktu, karena bermula dari faktor gaya kepemimpinan dan etika menghadapi kelompok miskin perkotaan dalam pembangunan Jakarta, maka Ahok semakin mendapatkan resistensi dari berbagai lapisan sosial dan akhirnya memaksa dan memancing munculnya tafsir Agama tentang pemimpin boleh tidaknya selain Agama Islam, oleh ummat Islam.
Padahal dibeberapa tempat, banyak juga pemimpin non muslim menjadi kepala daerah dan tidak timbul masalah, karena faktor pemicunya tidak ada. Padahal Islam di Indonesia adalah terkenal Islam mayoritas Islam moderat dan toleran di dunia. Sehingga pemimpin non Islam untuk ummat islam menjadi persoalan bagi kelompok Islam yang meyakini mengambil jalur fundamental.
Ini persoalan yang mulanya dipicu oleh akhlak Ahok sendiri, maka kekuatan ummat Islam yang mayoritas semula toleran seperti di beberapa kepala daerah lainnya di Indonesia, mulai menghangat dan bergeser pelan pelan menjadi Islam yang fundamental. Yang mempersoalkan pemimpin non Islam. Dan ini fakta sosial, dan pilihan demokratis kelompok yang mengambil keyakinan pemikiran itu.
(6) Atas dasar itu ditambah semakin intensifnya dan artikulatifnya penantang Ahok dengan berbagai pendekatan, selama semua dilakukan bukan unsur sara, maka semua itu akan menggerus suara Ahok.
Atas dasar analisis 1 sampai dengan 6, maka yang terjadi adalah Pilkada DKI akan terjadi dua putaran dan yang mengikuti putaran kedua adalah beberapa kemungkinan :
1. ANIES - SANDIAGA VS AHOK - JAROT
2. ANIES - SANDIAGA VS AGUS - SYlLVIA
3. AGUS - SYLVIA VS AHOK - JAROT
Kemungkinan pemenangnya diramalkan adalah mengikuti pola sebagai berikut.
(1) Jika yang kalah dan tidak ikut diputaran kedua, sementara AHOK masuk putaran kedua dan yang kalah di putaran pertama bergabung dengan AHOK jika putaran kedua adalah :
ANIES -SANDIAGA VS AHOK - JAROT atau AGUS - SYLVIA VS AHOK - JAROT, maka AHOK AKAN MENANG, karena suara yang kalah gabung sama AHOK.
(2) Kalau diputaran kedua yang kalah suaranya bergabung melawan AHOK, maka siapapun penentang AHOK diputaran kedua akan MENANG.
Tapi kalau diputaran kedua :
ANIES - SANDIAGA VS AGUS - SYLVIA, khusus untuk hal ini saya tidak berminat menganalisisnya.
Pada putaran pertama mengalami kekalahan, maka hati-hati, bisa terjadi godaan oleh modal besar atau kekuatan kapital yang sangat menggoda untuk mendukung salah satu petarungan di putaran kedua . Jika tidak kuat dengan godaan seperti itu maka Pilkada DKI Jakarta ternodai oleh sikap perjuangan yang palsu yang pragmatis hedonistik.
Atau bahaya godaan "wani piro" atau jabatan apa yang diinginkan sebagai kompensasi atau proyek proyek APBD DKI yang mana dan sebesar berapa sebagai barter bagi penyerahan suara pada salah satu peserta petarung di ronde kedua, jika akibat suara yang diserahkan itu membuat petarung di ronde kedua yang mendapat limpahan suara keluar sebagai pemenang. Wallahu alam bissawab. [ts]
Effendi Ishak