Wow, Negara Rogoh 107 M Biayai Perokok


Wow, Negara Rogoh 107 M Biayai Perokok

[tajukindonesia.id] - TAR yang dihasilkan dari proses pembakaran jauh lebih berba­haya dibanding yang dihasil­kan dari pembakaran produk tembakau. Hal ini juga yang menjadi permasalahan yang tak kunjung menemukan solusi di Indonesia.

Hal ini diungkap Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Amaliya. Menurutnya, ketidakpahaman akan nikotin dan TAR inilah yang membuat inovasi yang kini mulai mengemuka kurang mendapatkan respons, baik dari masyarakat luas dan pemerintah, contohnya vape.

Bagi konsumen produk tem­bakau, terutama yang dibakar, ujar Amaliya, sudah mulai men­genal jenis produk tembakau alternatif yang mulai tren sejak 2013, yakni rokok elektrik atau biasa disebut vape, nikotin tem­pel, snus, serta produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar yang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibanding produk tembakau yang dibakar.

Tren ini muncul bukan tanpa alasan. Karena, perilaku keter­gantungan masyarakat terhadap produk tembakau dibakar meru­pakan salah satu permasala­han klasik yang hingga saat ini belum menemukan solusinya, terutama di Indonesia.
"Tercatat pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan sebesar Rp 107 miliar per tahun. Bahkan hasil riset 2017 menem­patkan Indonesia di peringkat kelima negara dengan jumlah konsumen produk tembakau dibakar terbesar di dunia," kata dia, dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Amaliya melihat bukan hanya sekadar tren yang dikonsumsi sebagai bagian dari gaya hidup, produk tembakau alternatif juga didukung oleh berbagai hasil penelitian ilmiah yang membuk­tikan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah.

"YPKP Indonesia secara in­dependen telah melakukan pe­nelitian terhadap salah satu produk tembakau alternatif yaitu rokok elektrik atau vape. Hasilnya, vape dinilai memiliki risiko kesehatan yang lebih ren­dah dibandingkan rokok yang dikonsumi dengan dibakar," jelasnya.

Amaliya menjelaskan, hal ini karena vape menggunakan teknologi yang dipanaskan bukan dibakar, sehingga TAR, senyawa karsinogenik berbahaya, hasil pembakaran rokok bisa dieliminasi.

Dari hasil profil kromatografi atas kajian cairan dan uap vape yang telah diteliti selama enam bulan, ujarnya lagi, memperli­hatkan adanya kandungan UP Propylene Glycol, USP Glycerin Natural/Vegetable, dan perasa pada cairan vape. z'Karena itu, vape menjadi jauh lebih rendah risiko kesehatannya diband­ingkan rokok yang dikonsumsi dengan cara dibakar,zz' ungkap Amaliya.

Beberapa hasil penelitian yang membuktikan hal serupa, yaitu hasil penelitian dari Public Health England (PHE) sebuah badan kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan Inggris Raya. Pada tahun 2015, hasil pe­nelitian PHE menunjukkan bahwa produk tembakau yang dipanas­kan dapat menurunkanrisiko kesehatan hingga 95 persen.

Selain itu, sebuah studi dari Georgetown University Medical Center Amerika Serikat yang diterbitkan dalam jurnal Tobacco Control turut mengungkapkan, jika perokok beralih ke produk tembakau alternatif, sebanyak 6,6 juta orang di Amerika Serikat berpotensi dapat terhindarkan dari kematian dini.

Bagi para pakar kesehatan internasional, kata Amaliya, ke­hadiran produk tembakau alter­natif merupakan salah satu ino­vasi kesehatan terpenting karena dapat secara efektif menurunkan risiko penggunaan rokok yang dikonsumsi dengan cara dibakar. Dan tidak menutup kemungki­nan juga dapat menjadi solusi atas permasalahan perilaku ketergantungan masyarakat terhadap produk tembakau yang dikonsumsi dengan cara bakar di Indonesia. [rmol]



Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :