Upaya Anies Setop Reklamasi: Tarik Raperda hingga Minta Batalkan HGB
Upaya Anies Setop Reklamasi: Tarik Raperda hingga Minta Batalkan HGB
[tajukindonesia.id] - Janji Anies-Sandi menghentikan reklamasi adalah salah satu yang ditunggu-tunggu sejak mereka dilantik. Selama 100 hari, sejumlah upaya sudah dilakukan Gubernur dan Wagub DKI ini.
Pada 5 Oktober 2017 atau sebelas hari sebelum keduanya dilantik, Menko Kemaritiman Luhut B Panjaitan mencabut moratorium (penghentian sementara) reklamasi. Melalui Surat Menko Maritim Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017, moratorium reklamasi untuk 17 pulau di Teluk Jakarta dicabut.
Terkait polemik reklamasi, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono (Soni) meminta Anies-Sandi memiliki kebijakan yang selaras dengan pemerintah pusat. Menurutnya, tak boleh ada pertentangan antara pemda dan pemerintah pusat, termasuk soal reklamasi.
Anies tetap berkukuh pada rencana menyetop reklamasi. Langkah-langkah mulai dilakukan dengan menarik draf Raperda tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta dari DPRD.
Sebelum Anies menarik draf, status raperda tersebut masih dibahas Pemprov dengan DPRD DKI Jakarta. Kedua belah pihak belum sepakat dengan pasal mengenai tambahan kontribusi pengembang reklamasi.
Anies menarik draf raperda tersebut dari Program Legislasi Daerah 2018 karena aturan tersebut dianggapnya sudah tak sesuai lagi dengan kondisi Ibu Kota saat ini. Anies mengatakan pihaknya akan meninjau ulang seluruh pasal dalam draf raperda tersebut. Dia menegaskan tidak ada pasal yang menjadi prioritas dalam pembahasan ulang nantinya.
< Setelah mencabut raperda, Anies mempersiapkan langkah hukum terhadap pembangunan yang masih berlangsung di Pulau C dan D.
"Nanti kita ada langkah hukumnya itu. Tapi yang jelas, kita berpikir jangka panjang, bukan menyelesaikan satu-dua kasus saja," kata Anies saat ditanya kelanjutan Pulau C dan D di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (7/12/2017).
Selanjutnya, Anies meminta Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil membatalkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) tiga pulau reklamasi, yakni Pulau C, D, dan G. Permintaan Anies tersebut diketahui melalui surat nomor 2373/-1.794.2 yang diteken pada 29 Desember 2017.
Anies menyebut penerbitan sertifikat HGB Pulau D hasil reklamasi PT Kapuk Naga Indah tak sesuai aturan. Sebab, sertifikat tersebut sudah diterbitkan sebelum Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil disahkan.
"Jadi belum ada perdanya sudah keluar HGB. Belum ada perdanya, perda zonasinya belum ada. Ini tata urutannya nggak betul," kata Anies di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2018).
Menanggapi hal ini, Kepala BPN Sofyan Djalil menyebut pihaknya tak bisa mengabulkan permohonan tersebut karena nantinya malah akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Penerbitan sertifikat disebut sudah sesuai dengan hukum pertanahan.
Adapun dalam Pasal 104 Permen Agraria atau BPN Nomor 9 Tahun 1999 memang dijelaskan hal-hal yang dapat menganulir pemberian hak tanah negara. Menurut aturan tersebut, pemberian hak atas tanah negara bisa dianulir jika terjadi cacat administrasi.
Berikut bunyi Pasal 103-104 yang dimaksud Anies:
Pasal 103
1. Setiap penerimaan hak atas tanah harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:
a. Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) dan uang pemasukan kepada Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Memelihara tanda-tanda batas
c. Menggunakan tanah secara optimal
Mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah
Menggunakan tanah sesuai kondisi lingkungan hidup
Kewajiban yang tercantum dalam sertipikatnya.
d. Dalam hal penerimaan hak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat membatalkan haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 104
1. Pembatalan hak atas tanah meliputi pembatalan keputusan pemberian hak, sertipikat hak atas tanah keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.
2. Pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertipikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. [detik]