Bukan HAM, Pakar sebut Pelaku LGBT Bisa Dipidana


[tajukindonesia.id]         -          Perilaku menyimpang seperti Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) disebabkan karena pilihan. Hal tersebut bukanlah kelainan sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai Hak Asasi Manusia.

Pada dasarnya, manusia dilahirkan dalam dua jenis kelamin saja, yakni laki-laki dan perempuan.

"Kalau kita lihat konteks secara teologis, secara religius, manusia ini dilahirkan berpasang-pasangan, di mana berarti ada dua hal yang berbeda. Sebetulnya terjadi perilaku menyimpang karena budaya, lingkungan yang sebetulnya pilihan, boleh dikatakan bukan termasuk dari hak asasi," kata Pakar Hukum Pidana Suparji Ahmad dalam diskusi bertajuk 'LGBT, Hak Asasi dan Kita' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/12/2017).
Suparji mengatakan, implikasi dari keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 284, 285, 292 KUHP yang dipersoalkan oleh pemohon uji materi di MK mengakibatkan tidak ada legalitas untuk mempidanakan LGBT.

Padahal menurutnya, kalau MK mengabulkannya, maka para LGBT ini dapat dipidana jika melakukan tindak pidana.

"Mengapa ada pemohon itu, karena dalam konteks hukum pidana ada namanya asas legalitas, di mana tidak mungkin dipidana tanpa adanya sebuah norma, tanpa adanya sebuah undang-undang," jelasnya.

Karena itu, dia sebetulnya mengharapkan MK untuk memperluas aturan atau regulasi yang ada. Namun, keputusan MK sangat disayangkannya karena tidak mengabulkan permohonan uji materi dari pemohon.

"Apa dampaknya, tentunya tidak benar bahwa LGBT menjadi legal tetapi sesungguhnya, dampak yang terjadi menjadi tidak bisa dibedakan perilaku terhadap LGBT itu karena tidak ada norma yang bisa menjerat itu," tuturnya.

Suparji menilai keputusan MK secara tidak langsung melakukan pembiaran terhadap kaum LGBT.

"Boleh dikatakan sebenrnya MK dengan alasan legal adalah melakukan pembiaran terhadap LGBT, tetapi bukan berarti melakukan legalisasi terhadap keberadaan LGBT," katanya.

"Apakah sebetulnya pembiaran ini sebagai suatu perbuatan yang patut kita sayangkan, karena sesungguhnya MK bisa saja melakukan perluasan perluasan norma yang ada didalam KUHP atau UU yang lain," tambah Suparji.[krm]


Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :