Soal Pergantian Panglima TNI, Imparsial: Tidak Boleh AD Lagi
[tajuk-indonesia.com] - Jelang masa pensiun Panglima TNI Gatot Nurmantyo pada Maret 2018, dinamika pergantian Panglima TNI semakin mencuat di publik. Banyak spekulasi yang berkembang, terkait satuan mana yang layak untuk menduduki pucuk pimpinan angkatan bersenjata itu.
Imparsial menilai pergantian Panglima TNI sepatutnya dilakukan dengan mengacu pada Undang-undang TNI Nomor 34 Tahun 2004. Posisi panglima TNI sebaiknya dijabat secara bergantian dari tiap-tiap matra, yang sedang atau menjabat kepala staf angkatan.
“Tentu saja yang harus dilihat adalah pengaturan dari UU TNI Pasal 13 ayat 4 bahwa jabatan Panglima TNI itu kan dapat dijabat secara bergilir oleh tiap-tiap angkatan. Kalau hari ini darat ya tentu saja dan nggak boleh berikutnya darat lagi,” kata Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri, di Kantor Imparsial, Jalan Tebet Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (12/11/2017).
Hal itu untuk menghindari adanya dominasi satu matra dalam posisi jabatan panglima TNI. Selain itu, dominasi satu matra dalam posisi jabatan Panglima TNI dapat mengakibatkan situasi yang tidak kondusif secara internal dalam angkatan bersenjata.
“Secara internal tentu itu akan menjadi tidak kondusif, karena itu kalau hari ini dijabat oleh Angkatan Darat berlatarbelakang matra AD, Presiden harus mempertimbangkan bahwa Panglima TNI ke depan harus dijabat oleh Angkatan Udara ataupun Angkatan Laut,” ujarnya.
Selain itu, sejalan dengan agenda kepentingan pemerintah yang memiliki visi misi pembangunan kekuatan maritim, Panglima TNI dari matra Angkatan Udara maupun Angkatan Laut merupakan pilihan yang perlu dipertimbangkan.
“Dari sisi agenda kepentingan pemerintah yang memang punya visi misi pembangunan kekuatan maritim di situ nilai urgensi kenapa ke depan harus apa matra udara atau laut yang tentu saja itu tidak bisa meninggalkan kekuatan matra darat. Karena memang sistemnya kan harus terintegrasi ya. Nggak bisa salah satu di kedepankan,” tuturnya.
Dia mengungkapkan Indonesia membutuhkan Panglima TNI yang mampu mendorong penguatan kekuatan pertahanan Indonesia. Kandidat Panglima TNI juga harus memiliki komitmen untuk menjalankan agenda reformasi sektor keamanan.
“Yang tentu saja Panglima TNI yang mampu dalam konteks mendorong penguatan kekuatan pertahanan Indonesia tapi juga panglima TNI yang memang betul-betul berkomitmen untuk mendorong profesionalisme TNI kita, juga menjalankan sejumlah agenda reformasi sektor keamanan. Terutama reformasi sektor militer yang masih banyak tertunda,” kata Gufron.
Gufron mengatakan, tahun 2019, Indonesia akan menghadapi sejumlah proses politik elektoral, di antaranya pilkada serentak, pileg, dan pilpres. Untuk itu, Panglima TNI haruslah sosok yang tegas dan mampu menjaga netralitas TNI.
“Kita butuh panglima TNI yang betul-betul sosok tegas dan mampu menjaga netralitas TNI kita militer kita profesionalitas anggota TNI kita dan lebih terfokus pada upaya-upaya untuk menjaga kepentingan pembangunan pertahanan pengembangan kekuatan militer daripada melakukan aktivitas akrobat-akrobat di luar pernyataan-pernyataan yang justru memicu banyak, ya situasi politik kita jadi tidak kondusif gitu ya,” ujarnya.[gm]