Siti Zuhro : Jangan Toleransi, Ini Klimaks Pelanggaran Hukum Golkar


[tajuk-indonesia.com]       -       Partai Golkar dinilai perlu tegas, hati-hati sekaligus cermat menyelesaikan kemelut yang melanda kali ini. Sebab, menurut Ahli Ilmi Politik LIPI, Siti Zuhro, kasus hukum yang dialami Setya Novanto bisa membuat Partai Golkar terlempar dari orbit partai politik papan atas di Indonesia.

Posisi Setya Novanto yang masih dipertahankan dinilai bisa membuat stigmatisasi negatif bagi Partai Golkar. "Stigmatisasi ini harus dihentikan Golkar sendiri," ujar Siti Zurho di Jakarta, Sabtu (25/11/2017) saat menjadi nara sumber diskusi "Beringin Diterpa Angin".

Dia juga mengingatkan agar Partai Golkar tidak mentolerir pelanggaran hukum yang dialami Setya Novanto. Berikut petikan wawancaranya TeropongSenayan dengan Siti Zuhro.

Apa penilaian Anda terhadap persoalan yang terjadi dalam Partai Golkar saat ini?

Menurut saya ini emergency atau keadaan yang tidak normal. Karena ternyata dia ditahan. Bisa jadi Golkar tidak mengira (kejadian ditahannya Setya Novanto oleh KPK-red). Jadi yang terjadi sekarang ini, betul-betul luar biasa dalam sejarah Republik Indonesia.

Bagaimana pula pengaruhnya terhadap DPR RI?
Ini kan sudah berhubungan dengan integritas. Jadi harus betul-betul ada tindakan yang keras. Jadi sebaiknya yang bersangkutan mundur atau berhenti.

Apa saran Anda untuk Golkar?

Menurut saya bagi Golkar ini adalah klimaks dari attitude pelanggaran hukum. Karena itu tidak boleh ditoleransi. Sekali ditoleransi maka Golkar terlempar dari puncak. Jangan disangka bahwa akan tetap bisa di dua besar. Sebab bisa di dua besar bukan karena ada kasus yang seperti ini.

Menurut saya dramaturgi di Golkar bila pak Setya Novanto mengatakan mundur, selesai.

Bagaimana pandangan Anda tentang keputusan rapat pleno yang memetapkan Plt Ketua Umum DPP Partai Golkar?

Kasus hukum penyelesaiannya bukan satu atau dua hari. Bahkan bisa tahunan. Sehingga (ditahannya Setya Novanto oleh KPK-red) masuk dalam kategori berhalangan tetap. Maka ditetapkan Plt Ketua Umum DPP Partai Golkar.

Bagaiamanapun juga di internal Golkar itu memberikan rekomendasi apa? Kalau rekomendasinya kuat, ya sudah urusan hukum dia hadapi. Sedang urusan Golkar dilakukan oleh Plt.

Apakah tidak menimbulkan problem kalau KPU tetap berpegang pada ketentuan nama Ketua Umum yang harus sudah terdaftar di Kemenkumham?

Plt kan sudah terjadi. Tapi kan juga didorong untuk segera Munaslub. Oleh sebab itu menurut saya tidak harus absolut yang sudah terdaftar di Kemenkumham. Menurut saya Kemenkumham juga sudah tahu. Sehingga Plt itu juga punya otoritas. Kalau tidak untuk apa? Apa semua surat-surat akan dibawa ke tahanan?[ts]








Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :