Pengamat: Indonesia Telah Melampaui Zona Lampu ‘Merah’ Bayar Utang


[tajuk-indonesia.com]           -             Pengamat Ekonomi Politik, Gede Sandra mengungkapkan bahwa Indonesia telah melampaui lampu ‘merah’ batas kemampuan bayar utang ditinjau dari pendapatan ekspor negara.

Jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki rasio debt services terhadap ekspor yang tertinggi, mencapai 39.6%. Nilai ini jauh melewati batas aman rasio berdasarkan DSF IMF dan Bank Dunia yang sebesar 25%.

“Dengan kata lain sebenarnya Indonesia sudah masuk lampu merah. Sedangkan tujuh negara lainnya yaitu Kamboja 6%, Myanmar 0.8%, Thailand 5%, Filipina 12.6%, Laos 12.9, Malaysia 4.9%, dan Vietnam 3.9%. Masih sangat aman, alias lampu hijau” kata Sandra secara tertulis ditulis hari Jumat (3/11).

Tak hanya itu, hasil serupa juga diperoleh bila Indonesia dibandingkan dengan sesama negara-negara berpenduduk besar di kawasan Asia, seperti China, India, Pakistan, dan Bangladesh.
Diketahui rasio debt services terhadap ekspor Indonesia masih yang tertinggi di antara kelima negara berpopulasi terbesar di kawasan Asia, melewati batas aman DSF versi IMF dan Bank Dunia. Sementara, keempat negara berpopulasi terbesar di Asia lainnya semuanya masih berada di zona aman lampu hijau.

Diketahui Indonesia menempati 39.6%, China 4.9%, India 11.2%. Pakistan 12.9 dan bangladesh 4.7%.

“Jadi,kesimpulannya: dibandingkan dengan negara tetangga di Asia Tenggara maupun dengan sesama negara berpopulasi besar di kawasan Asia Pasifik, Indonesia satu-satunya negara yang masuk lampu merah dalam hal kemampuan bayar bunga dan cicilan utang berbasis ekspor,” pungkas dia.

Sementara sudah menjadi rahasia umum bahwa pemerintah menutup-nutupi tingkat kemampuan bayar utang. Center of Reform On Economics (Core) mengatakan selama ini pemerintah hanya menyampaikan beban bunga utang negara masih di bawah 30 persen dari Gross Domestic Product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB).

Angka ini memang masih lebih kecil dibanding dengan negara-negara lain, namun ujar Direktur Core, Mohammad Faisal; pemerintah tidak menyampaikan beban bunga utang disertai angsuran pokok utang itu sendiri yang berjumlah Rp 630 Triliun atau lebih besar dari anggaran infrastruktur 2017 sekalipun yakni sebesar Rp 401 Triliun.

“Belanja pemerintah begitu besar dan tidak sesuai dengan kemampuan pendapatan negara. Tahun ini ada Rp 401 Triliun anggaran untuk infrastruktur, itu jauh lebih besar dibanding tahun lalu hanya sekitar Rp 200 triliun. Tahun depan naik lagi Rp 409 triliun,” kata Faisal di Jakarta, ditulis Kamis (2/11).

“Tapi yang tidak mengemuka oleh pemerintah yaitu pokok utang dan bunga utang yang nilainya Rp 630 Triliun, jauh dibanding anggaran infrastruktur,” tambah Faisal.

Lalu Faisal melihat potensi beban keuangan negara pada tahun mendatang akan kian berat, pasalnya banyak Surat Utang Negara (SUN) yang telah diterbitkan akan mengalami jatuh tempo.

Laporan: Dadangsah Dapunta  [aktual]













Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :