Jokowi-Gatot, Duet Maut Apa Bakal Duel Maut
[tajuk-indonesia.com] - Peluang Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Pilpres 2019, kanan-kiri oke. Maksudnya, bisa saja Gatot menjadi duet maut bersama Jokowi dengan menjadi cawapresnya. Atau sebaliknya, bakal berduel dengan Jokowi jika memilih maju dengan pihak oposisi seperti Prabowo Subianto. Pak Gatot pilih yang mana?
Gatot sendiri memang belum bilang mau berpolitik di 2019. Panglima, ingin menyembahkan yang terbaik untuk negara hingga pensiun di Maret 2018. Di satu sisi, pengabdian dan langkahnya membuatnya semakin populer.
Sejumlah kasus membuat namanya meninggi. Mulai dari aksi bela Islam yang berjilid-jilid, instruksi nonton bareng film G30S/PKI, dan terkini polemik senjata. Nama Gatot semakin populer, dan dianggap potensial jika dimajukan parpol di Pilpres 2019.
Adapun Saiful Mujani Research Center (SMRC) menyebut elektabilitas Gatot sebagai calon presiden di angka 0,3 persen. Memang kecil, tapi di situ Gatot bersanding dengan nama top seperti Jokowi, Prabowo Subianto, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Ahok, hingga Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Di survei Media Survei Nasional (Median) lebih tinggi. Elektabilitas Gatot sebagai calon presiden berada di angka 2,8 persen. Hasil itu berada di atas Jusuf Kalla 2,6 persen, Hary Tanoesoedibjo 1,5 persen, Abu Rizal Bakrie 1,3 persen, Ridwan Kamil 1,2 persen, dan Tri Risma Harini 1 persen. Posisi puncak, masih ditempati oleh Jokowi dengan 36,2 persen, Prabowo 23,2 persen. Dilanjutkan SBY dengan 8,4 persen, dan Anies Baswedan 4,4 persen.
Hasil survei tertinggi untuk Gatot dirilis Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI). Pendiri KedaiKOPI, Hendri Satrio, mengatakan elektabilitas Panglima Gatot sebagai calon wakil presiden pendamping Joko Widodo berada di angka 12 persen.
Posisi pertama dan kedua ditempati oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (15,1 persen) dan Ketuam Gerindra Prabowo Subianto (13,4 persen). Setelah Gatot, ada nama-nama lain, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (10 persen), Agus Harimurti Yudhoyono (7,5 persen), Kapolri Jenderal Tito Karnavian (6 persen), Menteri Keuangan Sri Mulyani (4,8 persen), dan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Budi Gunawan (0,8 persen).
Nah, popularitas Gatot ini bahkan sudah dilirik partai politik. Paling agresif Partai Golkar. Beringin menjanjikan siap memfasilitasi Gatot jika Sang Panglima pensiun terbesut keinginan bermain politik praktis.
"Sekiranya Pak Gatot Nurmantyo tertarik masuk politik praktis, politik elektoral, politik untuk dipilih, setelah pensiun Partai Golkar siap memfasilitasi hal tersebut," ujar Wasekjen Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, Sabtu (7/10).
Skema Jokowi-Gatot di Pilpres 2019 pun dimunculkan Nasdem, partai pendukung kabinet Jokowi-JK ini menyuarakan bahwa duet Jokowi-Gatot ideal untuk dijagokan di Pilpres 2019. Partai pimpinan Surya Paloh ini punya dua skema sipil-sipil atau sipil-milter.
"Sampai saat ini kami menegaskan calon presiden adalah Pak Jokowi. Nah, salah satu dari militer itu, menurut saya, harus dipertimbangkan adalah Gatot. Kalau dari sipil yaitu Sofyan Djalil," kata anggota Dewan Pakar NasDem Taufiqulhadi di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (5/10).
Taufiq menyebut Gatot, yang kini menjabat Panglima TNI, merupakan sosok yang tepat untuk mendampingi Jokowi. Dia mengatakan kombinasi sipil dan militer dirasa tepat untuk memimpin Indonesia.
"Orang berpikir, selain kombinasi Jawa-luar Jawa adalah kombinasi sipil-militer bagus juga. Nah, salah satu dari militer itu menurut saya harus dipertimbangkan adalah Gatot," kata Taufiq.
Rival Jokowi di Pilpres 2014, Prabowo Subianto sepertinya juga kepincut popularitas Gatot. Waketum Gerindra Arief Poyuono sempat memimpikan duet Prabowo-Gatot di Pilpres 2019. Baginya, duet militer tidak masalah untuk bersanding di pentas pemilu.
"Kalau menurut saya pribadi, Gatot memang yang paling cocok untuk mendampingi Pak Prabowo," ujar Poyuono, Selasa (25/7).
Namun, dia tidak bisa memastikan siapa pasangan Prabowo. Menurutnya, Prabowo sendiri yang akan memilih. "Karena cawapres yang menentukan ya Pak Prabowo sendiri yang mendapat aspirasi dari bawah," ujarnya.
Tidak hanya digoda menjadi cawapres. Gatot juga digoda menjadi capres. Penggodanya adalah PAN. Ketua DPP PAN, Yandri Susanto sempat menyebut memastikan nama Gatot masuk capres yang diradar PAN.
"Kriteria menjadi pemimpin sudah ada di diri beliau. Pak Gatot itu kan dari prajurit bawah kan. Dari Akmil (Akademi Militer), Letda (letnan dua) sampai jenderal penuh. Dari sisi kepemimpinan teritorial, dari sisi kepemimpinan di dalam gedung, dari hubungan intenasional saya kira memang Pak Gatot layak," ujar Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/8).
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Tangerang, Emrus Sihombing berpendapat wajar Gatot menjadi sorotan. Menurutnya, Gatot muncul sebagai karakter tegas dan merangkul semua golongan.
"Masalahnya, majunya Gatot harus melalui parpol. Nah, tergantung mau menerima pinangan yang mana. Politik itu sangat cair. Bisa capres, atau cawapres. Bisa duet bahkan duel," ujar Emrus kepada Rakyat Merdeka.
Perhitungan Emrus, peluang Gatot untuk bersinar di Pilpres 2019 adalah jika Gatot setelah pensiun nanti memilih menjadi cawapres Jokowi. Prediksinya, jika Gatot berduet dengan Jokowi bisa menang satu putaran sekalipun menghadapi kawan bersaingnya, Prabowo Subianto.
Hitungannya begini, Jokowi saat ini sebagai pertahana yang memegang panggung politik. Tinggal membuktikan dirinya berhasil seperti pembangunan infrastruktur, dan stabilitas ekonomi. Otomatis, Jokowi masih paling tinggi daya jualnya dibanding kubu oposisi seperti Prabowo Subianto.
"Kalau Jokowi bisa membuktikan dirinya monumental, dan tidak ada buruknya, biasanya incumbent yang menang," katanya. "Nah, Gatot masuk melengkapi Jokowi dengan ketegasan dan kemampuannya merangkul komponen bangsa," katanya.
Sinyal Jokowi-Gatot, kata Emrus semakin kental ketika keduanya berbalas pidato di HUT TNI, di Cilegon, Kamis (5/0) lalu. Menurutnya, saat itu terjadi komunikasi politik kalau keduanya kompak dalam bertugas membangun negara. Jokowi mengingatkan agar militer tidak berpolitik praktis, dan Gatot menyambut dengan politik negara.
Pendapat berbeda disampaikan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Siti Zuhro. Menurutnya, di pentas politik tanah air, Partai Gerindra belakangan cenderung mendapat simpati dan menjadi preferensi masyarakat. Gerindra merupakan partainya Prabowo.
Sebagai parpol oposisi, Partai Gerindra memiliki peluang besar memenangkan pemilu. Studi empirik tentang pemilu (1999--2014) menunjukkan bahwa silih bergantinya partai pemenang pemilu tersebut menunjukkan bahwa tak satupun parpol yang mampu bertahan memenangkan kembali pemilu berikutnya.
"Apalagi dengan kemenangan Anies--Sandi dalam Pilkada DKI 2017. Tak tertutup kemungkinan berdampak positif terhadap elektabilitas Gerindra. Kemungkinan naiknya elaktabilitas Gerindra ini seiring dengan kapasitas kepemimpinan Prabowo di partai yang mampu menjaga soliditas internalnya," ujar Siti kepada Rakyat Merdeka.
"Bila pemilih yang moody secara politik menyukai dan yakin dengan model kepemimpinan dan kapasitas Prabowo dalam mengatasi permasalahan bangsa yang sangat kompleks, besar kemungkinan Prabowo akan memenangkan Pemilu 2019," tambahnya.
Masalahnya, dengan siapa Prabowo berpasangan. Apakah dengan Gatot? Keduanya memiliki latar seragam. Menurutnya, memasangkan calon dwitunggal pemimpin Indonesia ke depan memerlukan talenta tersendiri. Tapi, kemungkinan itu tetap ada.
"Apakah pasangan Jawa-jawa, militer-militer saja mampu nemenangkan pemilu? Sebagai pasangan bisa saja. Contoh pasangan SBY-Boediono yang nota bene Jawa-Jawa ternyata mampu memenangkan Pemilu," ungkapnya. "Apapun bisa terjadi. Politik tidak bisa absolute. Senantiasa terbuka kemungkinan," tambahnya.
Siti memprediksi menuju Pilpres 2019 akan muncul sejumlah tokoh. Tak tertutup kemungkinan akan muncul beberapa calon yang belum sempat mencalonkan diri di Pemilu 2014 seperti Mahfud MD, Zulkifli Hasan, Gatot Nurmantyo, dan Puan Maharani.
"Belakangan ini GN menjadi sosok idola. GN dinilai pemberani, tegas, lugas dan mau ambil resiko. Dianggap mampu mewadahi aspirasi rakyat dan punya empati," pungkasnya. [rmol]
"Kalau menurut saya pribadi, Gatot memang yang paling cocok untuk mendampingi Pak Prabowo," ujar Poyuono, Selasa (25/7).
Namun, dia tidak bisa memastikan siapa pasangan Prabowo. Menurutnya, Prabowo sendiri yang akan memilih. "Karena cawapres yang menentukan ya Pak Prabowo sendiri yang mendapat aspirasi dari bawah," ujarnya.
Tidak hanya digoda menjadi cawapres. Gatot juga digoda menjadi capres. Penggodanya adalah PAN. Ketua DPP PAN, Yandri Susanto sempat menyebut memastikan nama Gatot masuk capres yang diradar PAN.
"Kriteria menjadi pemimpin sudah ada di diri beliau. Pak Gatot itu kan dari prajurit bawah kan. Dari Akmil (Akademi Militer), Letda (letnan dua) sampai jenderal penuh. Dari sisi kepemimpinan teritorial, dari sisi kepemimpinan di dalam gedung, dari hubungan intenasional saya kira memang Pak Gatot layak," ujar Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/8).
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Tangerang, Emrus Sihombing berpendapat wajar Gatot menjadi sorotan. Menurutnya, Gatot muncul sebagai karakter tegas dan merangkul semua golongan.
"Masalahnya, majunya Gatot harus melalui parpol. Nah, tergantung mau menerima pinangan yang mana. Politik itu sangat cair. Bisa capres, atau cawapres. Bisa duet bahkan duel," ujar Emrus kepada Rakyat Merdeka.
Perhitungan Emrus, peluang Gatot untuk bersinar di Pilpres 2019 adalah jika Gatot setelah pensiun nanti memilih menjadi cawapres Jokowi. Prediksinya, jika Gatot berduet dengan Jokowi bisa menang satu putaran sekalipun menghadapi kawan bersaingnya, Prabowo Subianto.
Hitungannya begini, Jokowi saat ini sebagai pertahana yang memegang panggung politik. Tinggal membuktikan dirinya berhasil seperti pembangunan infrastruktur, dan stabilitas ekonomi. Otomatis, Jokowi masih paling tinggi daya jualnya dibanding kubu oposisi seperti Prabowo Subianto.
"Kalau Jokowi bisa membuktikan dirinya monumental, dan tidak ada buruknya, biasanya incumbent yang menang," katanya. "Nah, Gatot masuk melengkapi Jokowi dengan ketegasan dan kemampuannya merangkul komponen bangsa," katanya.
Sinyal Jokowi-Gatot, kata Emrus semakin kental ketika keduanya berbalas pidato di HUT TNI, di Cilegon, Kamis (5/0) lalu. Menurutnya, saat itu terjadi komunikasi politik kalau keduanya kompak dalam bertugas membangun negara. Jokowi mengingatkan agar militer tidak berpolitik praktis, dan Gatot menyambut dengan politik negara.
Pendapat berbeda disampaikan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Siti Zuhro. Menurutnya, di pentas politik tanah air, Partai Gerindra belakangan cenderung mendapat simpati dan menjadi preferensi masyarakat. Gerindra merupakan partainya Prabowo.
Sebagai parpol oposisi, Partai Gerindra memiliki peluang besar memenangkan pemilu. Studi empirik tentang pemilu (1999--2014) menunjukkan bahwa silih bergantinya partai pemenang pemilu tersebut menunjukkan bahwa tak satupun parpol yang mampu bertahan memenangkan kembali pemilu berikutnya.
"Apalagi dengan kemenangan Anies--Sandi dalam Pilkada DKI 2017. Tak tertutup kemungkinan berdampak positif terhadap elektabilitas Gerindra. Kemungkinan naiknya elaktabilitas Gerindra ini seiring dengan kapasitas kepemimpinan Prabowo di partai yang mampu menjaga soliditas internalnya," ujar Siti kepada Rakyat Merdeka.
"Bila pemilih yang moody secara politik menyukai dan yakin dengan model kepemimpinan dan kapasitas Prabowo dalam mengatasi permasalahan bangsa yang sangat kompleks, besar kemungkinan Prabowo akan memenangkan Pemilu 2019," tambahnya.
Masalahnya, dengan siapa Prabowo berpasangan. Apakah dengan Gatot? Keduanya memiliki latar seragam. Menurutnya, memasangkan calon dwitunggal pemimpin Indonesia ke depan memerlukan talenta tersendiri. Tapi, kemungkinan itu tetap ada.
"Apakah pasangan Jawa-jawa, militer-militer saja mampu nemenangkan pemilu? Sebagai pasangan bisa saja. Contoh pasangan SBY-Boediono yang nota bene Jawa-Jawa ternyata mampu memenangkan Pemilu," ungkapnya. "Apapun bisa terjadi. Politik tidak bisa absolute. Senantiasa terbuka kemungkinan," tambahnya.
Siti memprediksi menuju Pilpres 2019 akan muncul sejumlah tokoh. Tak tertutup kemungkinan akan muncul beberapa calon yang belum sempat mencalonkan diri di Pemilu 2014 seperti Mahfud MD, Zulkifli Hasan, Gatot Nurmantyo, dan Puan Maharani.
"Belakangan ini GN menjadi sosok idola. GN dinilai pemberani, tegas, lugas dan mau ambil resiko. Dianggap mampu mewadahi aspirasi rakyat dan punya empati," pungkasnya. [rmol]