Cukai Naik, Harga Rokok Diusulkan Rp 38.000 per Bungkus


[tajuk-indonesia.com]         -        Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (UI), Budi Hidayat menyebut saat ini di Indonesia tak hanya terjadi darurat narkoba tapi juga darurat rokok. Orang dewasa bahkan anak-anak bisa dengan mudah mendapatkan rokok karena harganya lebih murah dari es krim.

Menurut Budi, pemerintah harus lebih ketat mengendalikan konsumsi rokok. Pengendalian itu bisa dilakukan dengan menaikkan cukai atau harga rokok. Dia yakin menaikkan harga adalah langkah yang efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok di masyarakat.

"Jika pasar dikendalikan, maka itu yang paling efektif mengendalikan konsumsi rokok. Orang yang sudah merokok akan mengurangi rokok, yang belum merokok tidak akan merokok," kata Budi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (26/10/2017).

Berapa harga ideal rokok?

Soal besaran harga minimal rokok masih dapat diperdebatkan. Tapi Budi menyebut kisaran kenaikan harga yang aman antara 150 sampai 270 persen. Dalam rentang tersebut masih dalam koridor yang aman.

"Artinya tidak berpengaruh terhadap pertambahan kemiskinan, tidak mempengaruhi produksi rokok tetapi bisa menambah pendapatan pemerintah," kata Budi.

"Idealnya Rp 38.000 per bungkus," dia menambahkan.

Pengendalian konsumsi rokok dengan cara menaikkan cukai atau harga, Budi melanjutkan, juga bisa menambah pundi-pundi pendapatan negara. Dalam itungannya, jika harga per bungkus rokok minimal Rp 40 ribu negara akan mendapatkan tambahan pemasukan paling sedikit Rp 300 triliun.

"Kalau pemerintah susah cari duit, pakai ini aja (naikkan harga rokok) dari pada pakai tax amnesty," katanya.

Peneliti dari Lembaga Demografi UI Abdillah Hasan mengatakan pengendalian konsumsi rokok akan menaikkan pertumbuhan perekonomian. Bila masyarakat tidak mengkonsumsi rokok, mereka akan sehat. Masyarakat yang sehat adalah dasar ekonomi berkelanjutan.

"Dengan sehat akan lebih produktif dan aneka biaya kesehatan berkurang. Pendapatan per kapita bisa lebih tinggi apabila rakyat sehat," kata Abdillah dalam kesempatan yang sama.

Soal harga rokok, pada Agustus 2016 lalu sempat muncul wacana agar dinaikkan menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Hal ini dilakukan untuk mengurangi konsumsi rokok di masyarakat. Namun wacana itu kemudian hilang.

Hingga akhirnya Kamis, 19 Oktober pekan lalu, pemerintah mengumumkan kenaikan cukai rokok sebesar 10,04 persen untuk mengurangi konsumsi di masyarakat. Kenaikan cukai ini diberlakukan mulai Januari 2018.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, besaran kenaikan ini sudah mempertimbangkan kesejahteraan petani dan juga para buruh pabrik rokok. Ada tiga alasan pemerintah menaikkan cukai sebesar 10%. Pertama, dari aspek tenaga kerja mereka yang kerja di sektor hasil tembakau dari mulai petani sampai kepada mereka yang kerja di pabrik rokok.

Kedua, pemerintah juga fokus menjaga kesehatan masyarakat. Dengan kenaikan cukai yang berimbas kepada kenaikan harga rokok diharapkan keinginan masyarakat untuk merokok bisa berkurang. Selain itu, langkah ini juga dilakukan untuk mengurangi peredaran rokok ilegal.

"Aspek kesehatan yang terus semakin meningkat, ketiga dari sisi penanganan rokok ilegal. Kalau banyak orang mampu dan banyak bisa dengan mudah produksi rokok ilegal maka semuanya akan alami kekalahan, baik industri, kesehatan," kata Sri Mulyani.  [dtk]















Subscribe to receive free email updates: