Sekjen PBB: Aung San Suu Kyi Punya 1 Kesempatan Terakhir untuk Akhiri Krisis Rohingya
[tajuk-indonesia.com] - Sekretaris Jenderal (Sekjen) badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres menyebut Pemimpin de facti Myanmar, Aung San Suu Kyi hanya memiliki kesempatan terakhir untuk menyelesaikan krisis Rohingya. Pernyataan tersebut disampaikan Guterres menyusul keputusan Suu Kyi untuk absen dalam sidang majelis umum tahunan PBB.
Permasalahan terkait krisis Rohingya sendiri akan menjadi salah satu topik utama yang dibahas dalam sidang yang digelar di markas besar PBB di New York, Amerika Serikat (AS). Sidang yang juga akan dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla itu akan digelar pada 18 September sampai dengan 25 September 2017.
Jumlah pengungsi Rohingya yang terus bertambah dan menyeberang ke Bangladesh akan menjadi perhatian khusus dalam sidang tersebut. Sebagaimana diketahui, diperkirakan lebih dari 400 ribu warga Rohingnya telah mengungsi ke Bangladesh terhitung sejak situasi Rakhine state kembali memanas pada 25 Agustus lalu. Hingga kini arus pengungsi Rohingya yang meninggalkan Myanmar belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
“Saya berharap pemimpin negara tersebut (Myanmar) bisa menahan itu (arus pengungsi Rohingya) dan bisa membalikkan keadaan yang ada sekarang. Ia (Aung San Suu Kyi) punya kesempatan dan menurut saya ia memiliki kesempatan terakhir untuk melakukannya (menyelesaikan krisis Rohingya,” ujar Guterres kepada BBC sebagaimana dikutip dari The New Arab, Senin (18/9/2017).
Beberapa pihak menilai jika Suu Kyi merupakan sosok yang memiliki pengaruh besar di Myanmar termasuk terhadap militer. Guterres juga menilai bahwa perempuan yang telah memimpin Myanmar selama puluhan tahun itu memiliki peran untuk mengintervensi apa yang menimpa etnis Muslim Rohingya.
Guterres menambahkan dan memperingatkan bahwa jika situasi di Rakhine State tidak diperbaiki maka tragedi tersebut bisa menjadi sangat mengerikan. Aung San Suu Kyi diketahui batal menghadiri sidang umum majelis PBB 2017 dan berencana untuk menyampaikan pidato di televisi nasional hari ini.
Munculnya eksodus besar-besaran warga Rohingya ini dianggap sebagai bentuk pembersihan etnis baik oleh PBB maupun lembaga hak asasi manusia (HAM) internasional. Sebelumnya, Kelompok pembela hak asasi manusia, Amnesty International (AI), merilis citra satelit terbaru yang menunjukkan adanya kampanye terorkestrasi untuk membakar desa-desa etnis minoritas Rohingya di Rakhine, Myanmar. [okz]
“Saya berharap pemimpin negara tersebut (Myanmar) bisa menahan itu (arus pengungsi Rohingya) dan bisa membalikkan keadaan yang ada sekarang. Ia (Aung San Suu Kyi) punya kesempatan dan menurut saya ia memiliki kesempatan terakhir untuk melakukannya (menyelesaikan krisis Rohingya,” ujar Guterres kepada BBC sebagaimana dikutip dari The New Arab, Senin (18/9/2017).
Beberapa pihak menilai jika Suu Kyi merupakan sosok yang memiliki pengaruh besar di Myanmar termasuk terhadap militer. Guterres juga menilai bahwa perempuan yang telah memimpin Myanmar selama puluhan tahun itu memiliki peran untuk mengintervensi apa yang menimpa etnis Muslim Rohingya.
Guterres menambahkan dan memperingatkan bahwa jika situasi di Rakhine State tidak diperbaiki maka tragedi tersebut bisa menjadi sangat mengerikan. Aung San Suu Kyi diketahui batal menghadiri sidang umum majelis PBB 2017 dan berencana untuk menyampaikan pidato di televisi nasional hari ini.
Munculnya eksodus besar-besaran warga Rohingya ini dianggap sebagai bentuk pembersihan etnis baik oleh PBB maupun lembaga hak asasi manusia (HAM) internasional. Sebelumnya, Kelompok pembela hak asasi manusia, Amnesty International (AI), merilis citra satelit terbaru yang menunjukkan adanya kampanye terorkestrasi untuk membakar desa-desa etnis minoritas Rohingya di Rakhine, Myanmar. [okz]