Nah Lho! MenESDM dan Dirut PLN Kompak Tolak Pernyataan Menkeu
[tajuk-indonesia.com] - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan bahwa kondisi keuangan PT PLN (Persero) dalam kondisi terkendali. Hal ini disampaikan dalam rangka meredam gejolak publik atas bocornya surat Menteri Keuangan No S-781/MK.08/2017.
Surat dimaksud yangmana Menteri Keuangan Sri Mulyani
mengingatkan rekannya di Kabinet Kerja; yakni Menteri BUMN, Rini
Soemarno dan Menteri ESDM, Ignasius Jonan atas perihal utang PT PLN
(Persero) yang dapat menyebabkan gagalnya pengendalian risiko keuangan
negara karena utang PLN merupakan atas Jaminan Pemerintah.
“Kalau Kondisi keuangan PLN itu menuju lampu kuning,
saya kira Menteri BUMN dan saya akan melaporkan ke Presiden dan Menteri
Keuangan. Ini kondisinya aman, terkendali,” tegas Jonan, di Jakarta, Rabu (27/9).
Sementara itu, Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan
Basir menjelaskan mengenai kondisi keuangan PT PLN (Persero).
Menurutnya, kondisi keuangan PLN dalam kondisi aman dan tidak ada yang
perlu dikhawatirkan. Mengenai debt service coverage ratio (DSR ratio)
PLN, Sofyan menjelaskan bahwa hal tersebut adalah hal biasa dalam dunia
korporasi, jadi tidak ada yang perlu dipermasalahkan.
“Saya juga kaget kenapa orang kaget, karena sebetulnya
tidak ada yang perlu dikagetkan, itu hal yang sangat biasa, didalam
ketentuan kreditur para pemberi pinjaman kadang-kadang suka bilang ‘ech
kamu DSR – nya harus sekian, 1,5 kali, jadi kenapa DSR 1,5 kali kita punya kewajiban cicilan sama bunga harus didukung oleh 1,5 kali revenue (pendapatan),” ujar Sofyan.
Saat ini jelas dia, PLN mempunya plafon Rp 30 triliun pinjaman yang setiap saat dapat digunakan termasuk untuk membayar hutang.
“Kita punya plafon 30 sekiian triliun buat pinjam setiap saat bisa bayar, kita punya subsidi tagihan tahun tertunda ada sekitar Rp 18 triliun dan yang tahun ini bisa Rp 51 triliun. “Orang” kaya PLN itu,” pungkas Sofyan.
Selanjutnya, mengenai surat Kementerian Keuangan, Sofyan
mengatakan bahwa hal itu biasa karena setiap tahun PLN biasa menerima
masukkan dari Kementerian Keuangan.
“ Kementerian Keuangan biasa mengingatkan kita, memang
biasa itu cuma biasanya disampaikan secara lisan. Hati-hati ya Pak Dirut
jangan sampai nanti rationya turun dari 1,5, iya sudah begitu saja,’
ujar Sofyan.
Direktur Keuangan PT PLN (Persero), Sarwono Sudarto
menambahkan, Utang PLN itu selama tiga tahun ini sebanyak Rp 58
triliun, tetapi investasi yang didapat PLN untuk periode yang sama
sebesar Rp 145 trilun artinya dana PLN lebih besar daripada hutangnya
sendiri. “Semua utang PLN dibayar on time ga ada yang ditunda, kalau
menurut saya itu hanya mengingatkan saja, kita anggap itu normal saja,
hati-hati ya kamu jalan, kan begitu saja, itu wajar saja,” ujar Sarwono.
PLN, lanjut Sarwono, telah merencanakan pembayaran
hutang hingga tiga puluh tahun kedepan. “PLN sudah merencanakan
pembayaran hutangnya tidak hanya tahun depan, namun hingga tiga puluh
tahun kedepan itu sudah diproyeksi. Jadi begitu kita punya hutang, jatuh
temponya kapan, bunganya kapan kami punya likuiditas rescue, kita jaga. Jadi kekhawatiran gagal bayar itu tidak ada,” tutup Sarwono.
Adapun beberapa hal yang disampaikan oleh Sri Mulyani melalui surat tertanggal 19 September tersebut sebagai berikut:
1.Kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus menurun
seiring semakin besarnya kewajiban untuk memenuhi pembayaran pokok dan
bunga pinjaman. Tapi kondisi ini tidak didukung dengan pertumbuhan kas
bersih operasi.
Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir,
Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaaan waiver kepada pemberi
pinjaman (lender) PLN. Sebab, terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant
PLN dalam perjanjian pinjaman untuk menghindari cross default utang PLN
yang mendapatkan jaminan pemerintah.
2. Keterbatasan dana internal PLN untuk melakukan
investasi dalam rangka melaksanakan penugasan pemerintah, menyebabkan
pendanaan PLN bergantung kepada pinjaman, baik melalui pinjaman kredit
investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun dari lembaga keuangan
internasional.
3. Berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN,
kewajiban pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan terus meningkat
dalam beberapa tahun mendatang. Sementara itu pertumbuhan penjualan
listrik tidak sesuai dengan target dan adanya kebijakan pemerintah
meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL). Kondisi ini berpotensi
meningkatkan risiko gagal bayar PLN.
4. Dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama
PLN berasal dari TTL yang dibayarkan pelanggan dan subsidi listrik dari
pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan
regulasi yang mendorong penurunan biaya produksi tenaga listrik.
Selain itu, Sri Mulyani mengharapkan Menteri Jonan dan
Rini mendorong PLN melakukan efisiensi biaya operasi (utamanya energi
primer) guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di
tahun-tahun mendatang.
5. Terkait dengan penugasan program 35 GW, menurut Sri
Mulyani perlu dilakukan penyesuaian target penyelesaian megaproyek
tersebut. Hal ini dengan memperhatikan ketidakmampuan PLN memenuhi
pendanaan investasi dari arus kas operasi, tingginya profil utang jatuh
tempo, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan
penyertaan modal negara (PMN). Langkah tersebut bertujuan menjaga
sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan
salah satu sumber risiko fiskal pemerintah. [aktual]