Tangkal Hoax, Harus Terjun Langsung ke Masyarakat Jelaskan Literasi Cerdas Bermedsos
[tajuk-indonesia.com] - Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) akan melakukan rangkaian kegiatan sistemik untuk menangkal penyebaran berita bohong (hoax) di media sosial. Selain mengusulkan Kemendikbud memasukkan kurikulum literasi medsos untuk peserta didik, komunitas ini juga bakal mendekati masyarakat umum untuk memberi edukasi agar tak menjadi korban hoax.
“Kita lakukan pendekatan ke ibu-ibu PKK di RPTRA tentang literasi cerdas bermedsos agar tak terpengaruh hoax dan posting hal-hal positif di medsos,” kata Ketua Mafindo Cabang Jakarta, Astari Yanuarti, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/8/2017).
Ia menuturkan, pemahaman literasi media sosial tidak sejalan dengan tingkat pendidikan seseorang. Buktinya, setiap doktor dan kalangan profesional disebut belum tentu memahami mengenai hal tersebut. “(Fenomena ini) tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia,” terang Astari.
Ia menilai pemahaman literasi media sosial berkaitan dengan perkembangan teknologi dan informasi. Usulan kurikulum ini tak terbatas pada sektor formal, melainkan juga nonformal.
Astari menambahkan, berdasarkan pengalamannya di lapangan, generasi muda justru lebih melek literasi medsos ketimbang orang tua. Ia menyebut generasi Z justru sudah mengerti melakukan verifikasi terhadap suatu informasi, apakah itu tergolong hoax atau tidak.
“Tapi kalau ibu-ibu rumah tangga dan profesional justru mereka yang mudah terpengaruh hoax,” ungkap Astari.
Selain rendahnya pemahaman soal literasi medsos, faktor ideologi juga memengaruhi seseorang untuk menerima hoax. Namun, faktor tersebut tetap tidak bisa dilepaskan dari pemahamannya terhadap literasi medsos.
“Karena ketika sudah cerdas di medsos, preferensi ideologi tidak akan membuat Anda tertutup matanya. Kunci utamanya tetap di literasi medsos untuk memecah sekat SARA (suku, agama, ras, antargolongan) dan ideologi,” terangnya.
Di Indonesia, jelas Astari, konten hoax umumnya berkaitan dengan persoalan politik. Oleh karena itu, program penggalakan literasi medsos menjadi penting karena terkait kemampuan membaca dan memahami konteks suatu permasalahan.
“Poin dari literasi medsos adalah berpikir kritis. Artinya kalau orang sudah berpikir kritis akan menekan seminimal mungkin hanya percaya kepada kebenaran saja,” jelas dia.
Sebagaimana diketahui, Polri baru saja membongkar sindikat penyebar ujaran kebencian dan SARA melalui media sosial. Kelompok tersebut bernama Saracen. Hingga kini akun yang tergabung di dalamnya berjumlah ratusan ribu.
Saracen diduga menyebarkan kebencian dan SARA berdasarkan pesananan seseorang atau kelompok tertentu. Motif sementara dari kegiatan ini yakni faktor ekonomi. Sekarang aparat kepolisian masih menyelidiki dalang di balik grup Sarachen.
Dalam kasus tersebut, polisi sudah menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Jasriadi (32) selaku ketua yang ditangkap di Pekanbaru, Sri Rahayu Ningsih (32) koordinator Jawa Barat yang ditangkap di Cianjur, dan Muhammad Faizal Tanong (43) koordinator bidang media dan informasi yang ditangkap di Koja, Jakarta Utara.[gm]