Sebelum Meninggal, Johannes Marliem Berkomunikasi dengan LPSK Terkait Perlindungan Saksi


[tajuk-indonesia.com]           -           Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, LPSK pernah menawarkan perlindungan kepada Johannes Marliem, yang disebut sebagai saksi kunci kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Johannes Marliem meninggal dunia di Amerika Serikat pekan lalu.

Meski kematiannya masih misterius, ia diduga bunuh diri.

Menurut Semendawai, LPSK menjalin komunikasi via WhatsApp dengan Johannes pada 26-27 Juli lalu.

"Ada publikasi di satu media sebutkan nama Johannes. Dia punya rekaman atau alat bukti keterlibatan beberapa orang. Karenanya ada rasa khawatir, punya informasi penting, bisa buktikan keterlibatan beberapa orang," kata Semendawai, di Jakarta, Selasa (15/8/2017).

Semendawai mengatakan, dengan berkaca pada pengalaman-pengalaman sebelumnya, jika nama saksi dipublikasi, maka potensi saksi tersebut mendapatkan serangan akan lebih besar.

Oleh karena itu, LPSK melakukan komunikasi dengan Direktur PT Biomorf Lone LCC itu.

"Saat itu disampaikan kepada Johannes bahwa LPSK punya tugas memberi perlindungan saksi dan korban. Kalau dia ingin memberikan kesaksian dan khawatir ada ancaman bisa ajukan permohonan kepada LPSK," kata dia.

LPSK juga mengirimkan formulir permohonan perlindungan kepada Johannes.
Formulir itu sewaktu-waktu bisa diisi oleh Johannes jika nantinya ia ingin dilindungi oleh LPSK.
"Johannes belum begitu paham, lama di Amerika kan. Makanya dia ingin pelajari LPSK lebih dulu. Tapi belum lagi permohonan masuk ke LPSK, kami sudah dapat informasi bahwa Johannes meninggal dunia," ujar Semendawai.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, upaya antisipasi terhadap keselamatan Johannes sudah dilakukan LPSK meski tidak ada rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Jadi kami komunikasi dengan Johannes. Ketika itu dalam rangka antisipasi poisisi Johannes yang diberitakan sebagai saksi kunci. Meski ketika itu kami belum tahu status hukumnya apa," kata Edwin.
Edwin menekankan, yang bisa dilakukan LPSK hanya mengantisipasi segala kemungkinan ancaman yang timbul akibat pemberitaan yang dilakukan salah satu media.

"Karena ini kasus besar, tentu kami pikir, ancaman terhadap saksi bisa saja tidak kepada saksi. Tapi melalui pihak lainnya yang bisa memengaruhi," ujar dia.

"Jadi komunikasi kami bangun. Kami jajaki perlindungan kepada saksi dan kepada keluarganya. Komunikasi baru perkenalan buka ruang untuk mengajukan permohonan perlindungan jika dibutuhkan," lanjut Edwin.

Ia membantah bahwa LPSK kecolongan dalam memberikan perlindungan kepada Johannes karena yang bersangkutan belum mengajukan permohonan perlindungan.
Apalagi, perlindungan yang diberikan LPSK sifatnya sukarela.

LPSK tak bisa memberikan perlindungan kepada seseorang, jika orang tersebut enggan dilindungi.
"Kami tidak merasa kecolongan karena itu berada di luar otoritas lembaga. Karena secara yurisdiksi kami tidak bisa menjangkau memberi perlindungan di negara orang," kata Edwin.

"Apalagi dia belum ada permohonan perlindungan. Yang bisa mengajukan itu saksi itu sendiri bisa juga keluarga atau pejabat instansi yang terkait. Semua dilakukan berdasarkan kepentingan yang dilindungi. Jadi itu yang kami lakukan kepada Johannes," papar Edwin.[pm]














Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :