Hatta Dirikan Koperasi Sebagai Ikhtiar Berangus Praktik Calo


[tajuk-indonesia.com]         -          Frasa middle man atau pedagang perantara kembali mengemuka beberapa waktu belakangan. Ini tidak lepas dari penggerebekan dan penyegelan gudang sekaligus pabrik beras milik PT Indo Beras Unggul di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (21/7).

Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia ataupun Kementerian Pertanian menilai pengungkapkan itu menjadi bukti bisnis middle man meraup untung di atas normal benar-benar nyata. Khusus sembilan bahan pokok, keuntungan bisa Rp 463 triliun per tahun.

Sejatinya middle man telah lama ada dalam sejarah bangsa. Menurut sejarawan dari Yayasan Bung Karno Rushdy Husein, praktik semacam ini dapat ditemukan di Karawang, Jawa Barat. Di sana, banyak pengusaha Cina yang terbatas pada usaha-usaha 'jembatan' tersebut.

Sebagai contoh pada pergudangan, penggilingan padi, peralatan pertanian, hingga pupuk dan pembasmi hama. "Itu semua mereka. Jadi, orang petani yang didominasi tetap saja sebagai petani," ujar Rushdy kepada Republika.co.id di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Bung Hatta lewat sistem koperasi yang dipelajari dari negara-negara Eropa, berupaya menghapus kaum perantara tersebut. Untuk itu, petani didorong untuk membangun kekuatan baru menjalankan 'jembatan' ini.

Namun, cita-cita Bung Hatta perlahan buyar karena pemerintah campur tangan terlalu dalam. Awalnya langkah ini, menurut Rushdy, ditujukan untuk menghambat perkembangan Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui gerakan buruh. Namun, karena intervensi yang berlebih, membuat cita-cita Bung Hatta untuk menyosialisasikan pemikiran yang baik, terutama koperasi, punah. 

Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Taufik Abdullah mengatakan, Bung Hatta tidak pernah membahas secara luas perihal ekonomi kaum pribumi kontra nonpribumi dalam hal ini pengusaha keturunan Cina. "Dia memang waktu jadi wakil presiden mengayomi semua," ujar Taufik kepada Republika.co.id di kantornya, akhir Juli lalu.

Justru, menurut Taufik, Mr Assaat selaku pemangku jabatan presiden RI pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, yang memperkenalkan agar pribumi bisa menandingi keturunan Cina. Ini tidak lepas dari latar belakang Assaat dari kalangan swasta. "Adapun Bung Hatta sebagai wakil presiden tak mungkin begitu," kata Taufik.

Lebih lanjut, dia pun memastikan sistem ekonomi koperasi sama sekali tidak bertujuan untuk mengeliminasi peran pengusaha keturunan Cina. Selain itu, tidak ada unsur politik di dalam kebijakan ini.
Taufik menilai, kebijakan Bung Hatta tersebut sebagai bagian dari strategi melawan kemiskinan sekaligus mempererat persaudaraan. "Setahu saya tidak ada kaitannya dengan Belanda dan sebagainya. Tidak melihat musuh. Tidak seperti SDI (Sarekat Dagang Islam), misalnya. Artinya, betul-betul persaudaraan," ujar Taufik.


Hatta Nilai Koperasi Mampu Atasi Masalah Perekonomian Bangsa

Meskipun demikian, Bung Hatta pernah menyinggung peran kelompok Cina dalam perekonomian Indonesia. Dikutip dari Mohammad Hatta, Membangun Ekonomi Indonesia karangan Anwar Abbas, Bung Hatta membagi struktur perekonomian Indonesia pada masa itu ke dalam tiga golongan.

"...golongan atas ialah perekonomian kulit putih, terutama bangsa Belanda. Lapis ekonomi kedua yang menjadi perantara dan hubungan dengan masyarakat Indonesia berada kira-kira 90 persen di tangan orang Cina dan orang Asia lainnya. Orang Indonesia yang dapat dimasukkan ke dalam lapis kedua ini paling banyak mengisi 10 persen dari lapis itu...Lapis ketiga ialah perekonomian yang segala kecil; pertanian kecil, pertukangan kecil, perdagangan kecil, dan lain-lain. Itulah daerah ekonomi bangsa Indonesia. Pun pekerja segala kecil, kuli, buruh kecil, dan pegawai kecil diambil dari dalam masyarakat Indonesia ini."

Menurut Bung Hatta, struktur perekonomian yang seperti ini tidak sehat dan tidak menguntungkan bagi rakyat kecil yang tidak punya modal. Padahal, yang menjadi pelaku sebenarnya dalam kehidupan ekonomi tersebut adalah bangsa Indonesia. "Karena kaum produsen sebagian besar terdiri atas pada bangsa Indonesia. Kaum konsumen demikian pula. Akan tetapi, kaum distribusi terdiri atas asing dan kelompok Cina," katanya.

Mengapa hal ini terjadi? Bung Hatta menilai, salah satu penyebab bangsa Indonesia tidak bisa memainkan peranan penting dalam hal ini adalah karena "penghasilan kita amat terpecah-pecah, ekonomi kita adalah ekonomi segala kecil".

Untuk itu, solusi atas permasalahan ini harus dicari. Solusinya, menurut Bung Hatta, tidak dapat ditolong dengan mengadakan bank parikoelir dengan tjap 'nasional', tidak dapat diperbaiki dengan mengadakan perkumpulan antiriba. Keadaan ini hanya dapat diperbaiki berangsur-angsur dengan memberi susunan kepada produksi dan konsumsi rakyat. Pendeknya dengan mengadakan produksi konsumsi, koperasi, dan dibantu dengan kredit koperasi.

Bung Hatta meyakini koperasi akan bisa dijadikan alternatif untuk mengatasi masalah mereka. Sebab, masyarakat di berbagai negara, seperti Inggris, Denmark, Swedia, mampu mengangkat dirinya menjadi makmur dengan jalan koperasi.[pm]













Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :