Upaya Rekonsiliasi Pasca Aksi Bela Islam Bukan Sikap Menyerah, Justru Strategi Legitimasi Revolusi
[tajuk-indonesia.com] - Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) dan sekaligus sebagai Ketua Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI), Habib Muhammad Rizieq menegaskan bahwa upaya rekonsiliasi pasca sejumlah aksi Bela Islam bukan merupakan siakap menyerah dalam perjuangan. Melainkan bentuk implementasi semangat perjuangan untuk membangun perdamaian dengan semua pihak
“Ini bukan sikap menyerah, akan tetapi justru Sikap Ksatria Habaib & Ulama dalam mengimplementasikan ruh Aksi Bela Islam 411 dan 212 yang selalu mengedepankan Dialog dan Perdamaian dengan semua pihak,” katanya yang diterima Aktual.com, Minggu (2/7).
Tetapi yang digaris bawahi upaya rekonsiliasi tidak akan mengabaikan sejumlah aspek yang merugikan umat islam. Setidaknya Habib Rizieq menuturkan terdapat lima persyaratan rekonsiliasi.
Pertama: Stop kriminalisasi ulama dan aktivis. Termasuk kriminalisasi terhadap KH Muhammad Al-Khattat dan Ust Alfian Tanjung serta semua Aktivis 411 & 212 yang ditahan, juga pengembalian Buku Rekening GNPF MUI yang disita & diblokir Mabes Polri.
Kedua: stop segala jenis penistaan terhadap agama apapun. Lalu berikutnya: stop segala bentuk gerakan kebangkitan neolib dan neo PKI.
Keempat: stop penjajah asing dan aseng terhadap Indonesia. Sehingga Pribumi bisa jadi Tuan di Negeri sendiri. Dan terakhir: tegakkan asas proporsionalitas di semua aspek dan sektor dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Jika semua itu tidak bisa dipenuhi untuk mewujudkan Rekonsiliasi Nasional bagi keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka tidak ada pilihan lain bagi rakyat dan bangsa Indonesia kecuali revolusi” tegasnya.
Revolusi yang ia maksud melalui jalan konstitusional yang sah dan legal. Klausulnya meliputi: mengganti rezim Pelindung Penista Agama dan Pelanggar Konstitusi Negara.
Dua: Bersihkan Negara dari neolib dan PKI untuk menyelamatkan agama dan negara. Selanjutnya: menjaga Keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan tegakkan supermasi hukum di semua bidang.
Keempat: Kembali ke UUD 18 Agustus 1945 asli yang dijiwai oleh piagam Jakarta 22 Juni 1945 sesuai Dekrit Presideb 5 Jili 1959. Lalu terakhir: Kuatkan TNI untuk pertahanan Negara dari serangan Asing dan Bersihkan Polri dari petualang jahat yang mempermainkan hukum.[pm]