Setya Novanto Harus Ditahan Agar Tak Hilangkan Barang Bukti
[tajuk-indonesia.com] - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk segera menahan Ketua DPR Setya Novanto yang sudah menyandang status tersangka dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, yang merugikan negara Rp 2,3 Triliun.
Penahanan perlu dilakukan agar Ketua Umum Partai Golkar itu tidak menghilangkan barang bukti dan menghindarkan politisasi parlemen. Selain itu, dengan ditahannya Novanto, KPK akan memiliki booster untuk mengusut kasus ini hingga tuntas.
"Ini perlu dilakukan untuk menghindari kasus ini dipolitisir oleh para pendukung Setya Novanto. KPK berkejaran waktu dengan pansus angket DPR. Karena ujung rekomendasi pansus adalah pembubaran KPK yang dinilai tidak efektif dalam pemberantasan korupsi," kata Wakil Bendahara Umum Rumah Gerakan '98, Barita Ricky Tobing, di Jakarta, Senin (24/7).
KPK pun diminta waspada, sebab Setya Novanto akan all out melawan lembaga anti korupsi itu.
"Setnov (Setya Novanto) ini orang kuat. Jangan sampai dia pengaruhi KPK jika tidak ditahan," kata Ricky.
Buktinya, kata dia, peran Novanto tidak disebutkan dalam sidang putusan terhadap terdakwa, Irman dan Sugiharto, Majelis hakim menyebut kedua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri itu melakukan korupsi bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini. Kemudian, dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan calon peserta lelang.
"Padahal dalam surat tuntutan jaksa KPK, Setya Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar disebut ikut bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi," kata Ricky.
Diketahui, KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus E-KTP pada 17 Juli 2017. Menurut Ketua KPK Agus Raharjo, Novanto diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi. Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan. Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun. Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [rmol]