Selain HTI, Penganut Paham PKI Juga Bisa Dipenjara Seumur Hidup
[tajuk-indonesia.com] - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang alias Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang pembubaran ormas yang bertentangan dengan Pancasila. Perppu tersebut diteken Presiden Jokowi pada pada Senin, 10 Juli 2017.
Perppu Ormas ini mengatur ketentuan pidana bagi anggota dan pengurus ormas yang melanggar aturan. Sanksinya tidak main-main, bisa berupa pidana seumur hidup.
Dalam Perppu Ormas ditegaskan bahwa Ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan. Juga dilarang melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
Berikutnya, dilarang melakukan tindakan kekerasan, mengganggung ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial, dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ormas juga dilarang melakukan kegiatan sparatis yang mengancam kedaulatan NKRI, menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Ajaran yang bertentangan dengan Pancasila adalah ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan UUD 1945.
Ketentuan pidana dalam Perppu Ormas ini termuat di Pasal 82A. Dijelaskan, anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial, terancam terancam sanksi pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 1 tahun.
Sedangkan anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan permusuhan terhadap SARA serta melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia akan dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.
Sebelumnya, pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra menilai, Perppu yang dikeluarkan pemerintah sebuah langkah mundur dari demokrasi. Menurut dia, harusnya pemerintah tak bisa membubarkan ormas begitu saja, tapi melalui mekanisme pengadilan.
“Dulu itu segala sesuatunya diputuskan oleh pengadilan, sekarang ini bisa dilakukan sepihak oleh pemerintah. Pemerintah yang menilai,” kata Yusril saat jumpa pers di Kantor DPP HTI, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (13/7).
Yusril mengaku telah membaca pasal per pasal yang ada dalam Perppu pembubaran ormas yang diumumkan Menko Polhukam Wiranto. Menurut dia, ada pasal karet yang patut diwaspadai menjadikan pemerintah main bubarkan ormas.
“Terutama yang sangat mengkhawatirkan kami adalah pasal 59 ayat 4 bahwa dikatakan Ormas dilarang untuk menganut menyebarkan faham yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam penjelasannya dalam pasal 82 diatur tentang sanksi pidananya bahwa setiap orang bukan saja pengurus tetapi juga anggotanya. Jika melanggar pasal 59 bisa dipidana dengan ancaman pidana sampai seumur hidup,” kata Yusril.
Yusril melihat ini pasal karet, karena secara singkat diatur bertentangan dengan Pancasila. Bertentangan dengan Pancasila yang seperti apa.
“Ada dijelaskan sedikit antara lain atheisme, fasisme, komunisme dan seterusnya. Itu kan hanya contoh saja,” kata Yusril.
Menurut Yusril, dari zaman ke zaman tafsir tentang bertentangan dengan Pancasila berbeda-beda. Dan selalu tafsir itu dimonopoli oleh pemerintah.
“Pasal-pasal seperti ini yang akan kami sisir dan dalami. Dalam waktu beberapa hari ini akan kami uji ke Mahkamah Konstitusi. Ada ketidakjelasan dan ketumpang tindihan pasal-pasal ini,” tandas Yusril.[pm]