Pemblokiran Telegram Dinilai tak Akan Berhentikan Teroris dan Radikal, Ini Alasannya
[tajuk-indonesia.com] - Pemerintah melalui Menkominfo, secara resmi memblokir salah satu aplikasi chat yang diduga menjadi favorit para teroris untuk menyebarkan faham radikal, Telegram. Saat ini, Kemkominfo sedang menjajaki proses komunikasi dengan pihak Telegram.
Namun, perlukah memblokir Telegram?
Dilansir dari Vox, menurut seorang pakar anti-teroris dari George Mason University, Ahmet S. Yayla, tentu Telegram perlu berbuat lebih untuk membenahi berbagai sistem di aplikasinya. Meski demikian, menurutnya, memblokir bukanlah cara yang tepat.
"Jika Telegram diblokri di Rusia, teroris akan dapat menemukan aplikasi lain dalam satu atau dua hari," ungkapnya.
Telegram sendiri membela perusahaannya dengan sebuah posting blog berjudul "Do Not Shoot The Messenger." Lewat kiriman blog tersebut, juru bicara Telegram, Markus Ra, mengatakan bahwa melarang keberadaan Telegram atau memaksa aplikasi untuk untuk menghapus layanan enkripsi, hanya akan mendorong para teroris untuk mencari alternatif lain.
Faktanya, alternatif lain itu sangat banyak tersedia. Jika tren blokir memblokir terus dilakukan, masalah tak akan terselesaikan dan berbagai aplikasi habis diblokir.
Menurut Jade Parker, periset di grup riset TAPSTRI yang khusus mengamati penggunaan internet oleh teroris, sebenarnya anggota ISIS sudah menggnakan aplikasi olah pesan dengan proteksi enkripsi selain Telegram, yakni Chat Secure dan Jabber. Yang mereka incar memang proteksi enkripsi dari aplikasinya layaknya apa yang dilakukan Telegram.
"Jika kita mematikan Telegram, ISIS hanya akan pindah ke tempat lain," kata Parker. Mengutip pernyataan Parker setelahnya, terdapat desas-desus bahwa para pemimpin ISIS telah mencari proyeksi platform untuk menyebar propaganda. Salah satu yang dilirik adalah Baaz, sebuah aplikasi olah pesan yang berbasis di San Fransisco.
Telegram pun tak cuma diblokir di Indonesia. China, Iran, Arab Saudi, dan yang paling keras mengecamnya, Rusia, semua melaran keberadaan Telegram di negaranya. Tentu berbagai ancaman dan blokir hanya sekedar reaksi sederhana terhadap masalah utama yang jauh lebih besar, yakni terorisme.[pm]