Komisi Yudisial Didesak Periksa Hakim Kasus e-KTP yang tak Sebut Nama Setnov
[tajuk-indonesia.com] - Patut dicurigai, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta (20/7), tidak menyebut nama Ketum Golkar Setya Novanto terlibat dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Sinyalemen itu disampaikan pengamat politik Muhammad Huda kepada intelijen (21/07). “Dalam sidang penuntutan, jaksa menyebut ada peran Setnov, beberapa saksi juga menyebut, tetapi majelis hakim tidak menyebut. Mungkinkah ada ‘kekuatan besar’ yang mempengaruhi sidang kasus ini?” tanya Muhammad Huda.
Tak hanya nama Setnov, kata Huda, beberapa nama anggota DPR yang sebelumnya dalam jaksa penuntut juga tidak disebut majelis hakim dalam persidangan. "Ini menandakan kasus E-KTP melibatkan kekuatan besar yang bisa saja membeli hukum," jelas Huda.
Terkait hal itu Huda mendesak Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa majelis hakim yang memimpin sidang kasus E-KTP. "KY harus segera memerika majelis hakim kasus e-KTP ini," tegas Huda.
Huda mengingatkan, orang-orang yang terlibat dalam kasus E-KTP memiliki uang, jaringan dan kekuasaan. "Yang kecil hanya dikorbankan, sedangkan otak maupun kalangan orang besar mulai diselamatkan dan disamarkan," pungkas Huda.
Majelis hakim hanya menyebut tiga orang yang diuntungkan dari korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Ketiganya yakni Miryam S Haryani menerima 1,2 juta dolar AS, Markus Nari senilai Rp4 miliar, dan Ade Komarudin sebesar 100.000 dolar AS.
“Bahwa uang yang diterima terdakwa itu diserahkan kepada Markus Nari sejumlah 400.000 dolar AS. Uang yang diberikan bermula saat Markus datang dan meminta uang Rp5 miliar ke Irman,” ujar hakim Franky Tambuwun, saat membacakan amar putusan Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (20/7). Hakim menyebut Setnov sebagaimana dalam putusan yang dibacakan, hanya terkait pertemuannya dengan Irman. [ito]