Janggal, TPF Rohingya PBB Dilarang Masuk Myanmar, Komitmen Suu Kyi Abal-Abal
[tajuk-indonesia.com] - Pemerintah Myanmar menyatakan tidak bakal mengizinkan tim pencari fakta (TPF) Perserikatan Bangsa-Bangsa, buat menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis minoritas Rohingya dan lainnya. Sikap itu justru didukung oleh pemimpin Myanmar sekaligus menteri luar negeri, sekaligus dianggap sebagai pejuang HAM, Aung San Suu Kyi.
Wakil Menteri Luar Negeri Myanmar, Kyaw Tin, mengatakan mereka berkeras tidak bakal bekerja sama dengan tim misi PBB. Dilansir dari laman The Guardian, Sabtu (1/7), pemerintah Myanmar sudah menyebarkan pesan ke semua kedutaan besar mereka di seluruh dunia supaya tidak memberikan visa bagi tim pencari fakta PBB.
"Kalau mereka (PBB) akan mengirim cuma satu orang dalam misi pencari fakta, maka tidak ada alasan bagi kami membolehkannya datang," kata Sekretaris Kementerian Luar Negeri Myanmar, Kyaw Zeya.
Dalam lawatannya ke Swedia, Suu Kyi bahkan terang-terangan menolak adanya misi PBB ke Myanmar. "Itu akan menciptakan situasi di antara masyarakat yang beragam semakin rawan," kata Suu Kyi berdalih.
Keputusan itu diambil PBB pada Maret lalu sebagai tindakan karena tekanan dunia karena militer Myanmar diduga melakukan pelanggaran HAM dengan dalih operasi melawan pemberontakan di Negara Bagian Rakhine, di mana etnis Rohingya menetap.
Seorang petinggi dari Mahkamah Agung India, Indira Jaising, ditunjuk memimpin misi itu. Dia bakal ditemani advokat asal Srilanka, Radhika Coomaraswamy, dan seorang konsultan asal Australia, Christopher Dominic.
Alasan Myanmar menolak kedatangan TPF PBB adalah mereka sudah menggelar penyelidikan lebih dulu, dipimpin oleh mantan tentara yang kini menjabat sebagai wakil presiden, Myint Swe. Mereka ngotot kalau hal itu sudah cukup buat mengungkap dugaan pelanggaran HAM terhadap orang Rohingya.
"Mengapa PBB mencoba menekan sementara penyelidikan kami lakukan masih berjalan? Hal itu tidak akan membantu kami menyelesaikan masalah secara utuh," ujar Kyaw Zeya berkilah.
Orang Rohingya mengalami penindasan berkepanjangan dari negara dan masyarakat. Mereka diduga dianiaya, dibunuh, disiksa, bahkan sampai diperkosa. Warga mayoritas Buddha enggan mengakui kalau mereka sebagai orang Myanmar dan membatasi gerak mereka dengan sejumlah aturan.
Akhir tahun lalu saja diperkirakan 75 ribu warga Rohingya mengungsi dari Myanmar menuju Bangladesh, setelah pasukan Myanmar menggelar operasi militer sebagai balasan terhadap pembunuhan sembilan polisi perbatasan oleh kelompok diduga pemberontak.
Laporan PBB pada Februari menyatakan dari pengakuan beberapa pengungsi Rohingya, aksi militer Myanmar saat itu sangat kejam. Mereka tega melakukan pembunuhan massal mengarah kepada pembersihan etnis dan pemerkosaan beramai-ramai.[pm]