Analisis Pengamat : Menkeu Tak Becus Genjot Pertumbuhan dan Bisanya ‘Cuma’ Potong Anggaran


[tajuk-indonesia.com]      -       Analis ekonomi politik Abdulrachim Kresno mengkritik kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selama setahun menjabat di posisi itu. Kiprahnya sebagai Menkeu cuma bisa memotong anggaran saja. Namun tak becus genjot pertumbuhan ekonomi.

“Jadi ibarat mengelola perusahaan besar, Sri Mukyani bisanya cuma perketat anggaran, tapi tak mampu naikkan omset,” kritik dia kepada Aktual.com, Minggu (9/7).

Sejak menggantikan Menkeu sebelumnya, Bambang Brodjonegoro, Sri Mulyani sudah memotong anggaran di APBN 2016 sebanyak Rp133,8 triliun. Padahal Bambang sendiri sebelumnya sudah pangkas anggaran sejumlah Rp50,02 triluun.

“Pemotongan itu berdampak saat ini, karena membuat ekonomi lesu. Tapi sayangnya, hingga saat ini tidak ada inisiatif sama sekali dari Menkeu untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi,” jelas dia.

Sehingga, tegas Abdulrachim, hasilnya bisa dilihat saat ini di mana pertumbuhan ekonomi hanya mendatar saja sekutar 5% . Padahal pada 2016 di negara tetangga seperti Filipina bisa tumbuh 6,8% dan Vietnam tumbuh 6,2%.

“Itu jauh di atas Indonesia (pertumbuhannya). Dan pada 2017 ini mereka mentargetkan tumbuh diatas 6,5%, Indonesia hanya mentargetkan 5,1%,” kecam dia.

Ditambah lagi, saat ini daya beli masyarakat juga mengalami penurunan signifikan. Konsumsi masyarakat yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi justru tahun ini anjlok. Momen puasa dan lebaran lalu justru tak menggenjot bisnis ritel. Hal itu membuktikan penurunan daya beli masyarakat.
“Itu karena adanya pemotongan-pemotongan anggaran ini telah mengakibatkan kelesuan ekonomi yang sangat terasa dampaknya di lapangan dan mempunyai efek yang berantai,” jelasnya.

Katanya, dalam laporan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), sampai bulan Mei 2017, penjualan ritel masih mengalami penurunan sampai 35%-40% dibandingkan dengan 2016. Juatru kondisi mengkhawatirkan itu hampir sama saat krisis 2009 lalu.

Pedagang pakaian di Tanah Abang juga mengalami omset penjualan di momen lebaran tahun turun hingga hanya mencapai 35% dari lebaran tahun lalu. Termasuk gara-gara daya beli yang anjlok ini dialami oleh perusahaan yang memiliki gerai 7-Eleven. Akhir Juni lalu menutup semua gerainya.

“Banyak indikator-indikator lain yang juga menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi pada saat Lebaran 2017 turun dibanding Lebaran 2016. Seperti penjualan Avgas (bahan bakar untuk pesawat terbang) , jika saat Lebaran 2016 naik sampai 8%, pada 2017 cuma naik 3%,” papar dia.

Hal itu pula dialami oleh penjualan extra tiket untuk Kereta Api. Pada Lebaran 2017 hanya laku 20% dibanding setahun sebelumnya. “Semua penurunan itu terjadi, karena daya beli masyarakat menurun,” pungkas Abdulrachim. [akt]
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :