Habib Rizieq Diajak Hijrah ke Aceh Seperti Soekarno, FPI Siap Jihad
[tajuk-indonesia.com] - Ketua FPI Aceh, Tengku Muslim At Thahiri menyesali sikap pemerintah yang telah menetapkan Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka dalam kasus dugaan chat berkonten pornografi.
At Thahiri menyebut pemerinta Indonesia sangat keterlaluan, hingga tega mengkriminalisasi ulama dan zalim terhadap agama Islam.
“Kami mewakili ulama Aceh dan masyarakat Aceh yang cinta Allah dan Rasul menyatakan sangat kecewa kepada pemerintah Indonesia,” kata At Thahiri dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/6/2017).
Menurutnya, menetapkan Habib Rizieq sebagai tersangka, sama dengan pemerintah Indonesia menabuh genderang perang dan mengajak umat Islam untuk perang.
Ia mengatakan, penetapan Habib Rizieq sebagai tersangka tanpa bukti yang akurat sangat dipaksakan. “Pemerintah jangan menganggap rakyat ini bodoh,” tegasnya.
Aceh pun terbuka untuk menerima kedatangan Habib Rizieq. Ia merasa sudah saatnya Habib Rizieq hijrah sementara ke Aceh untuk menyelamatkan diri dari jajahan keturunan para penjajah.
Ia menambahkan, presiden pertama RI Soekarno juga pernah hijrah ke Aceh saat agresi Belanda kedua dan meminta bantuan para mujahid Aceh.
“Alhamdulillah dengan semangat jihad para pejuang Aceh yang membara, kemerdekaan Indonesia berhasil dipertahankan, dan juga sejarah mencatat Aceh telah menyumbang pesawat terbang kepada Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan,” kata At Thahiri.
“Dalam jiwa kami masih mengalir darah pahlawan yang siap berbaiat kepada Al Habib Rizieq untuk siap menjadi para anshar membela beliau sampai tetesan darah terakhir,” imbuhnya.
Ia mengajak kepada semua para cucu pejuang yang ada di Aceh untuk segera merapatkan barisan untuk merebut kembali kemerdekaan dari tangan penjajah, antek-antek asing dan aseng.
Seperti diketahui, presiden pertama RI Soekarno hijrah ke Aceh pada 15 Juni 1948. Bung Karno didampingi Menteri Dalam Negeri Dr Sukiman dan mendarat di landasan Lhok Nga.
Kedatangan Bung Karno ke Tanah Rencong bertujuan untuk bertemu dengan para tokoh masyarakat Aceh, dengan membawa misi hidup-mati terkait keutuhan RI.
Seperti dikutip dari buku ‘Aceh Daerah Modal’, situasi genting Indonesia yang baru berusia dua tahun lebih pada medio Juni 1948, membuat Bun Karno mendatangi Aceh.
Kala itu, hanya Aceh yang dianggap masih berdaulat penuh pasca agresi militer Belanda dan Perjanjian Renville. Sejumlah wilayah RI terkepung negara-negara boneka buatan Belanda, seperti Negara Indonesia Timur atau Negara Pasundan.
Tak pelak, Aceh pun disebut jadi modal yang sangat penting untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Di Aceh, Soekarno meggelorakan kembali perlawanan rakyat Aceh melawan kolonial Belanda. Ia membangkitkan rasa patriotisme segenap rakyat Aceh.
“Rakyat Aceh dalam sejarah dikenal sebagai pejuang yang paling gigih menentang penjajahan Belanda. Berpuluh-puluh tahun rakyat Aceh berperang melawan kolonialisme Belanda. Sekarang giliran kita untuk mengusir penjajah Belanda dari bumi persada tercinta ini” seru Soekarno.
“Di mana-mana Belanda sudah mendirikan negara boneka untuk mengepung Republik Indonesia. Sudah waktunya sekarang pemuda-pemuda Aceh yang berdarah pahlawan, siap melakukan perang sabil untuk mengusir kaum penjajah,” tandas Soekarno.[pm]