Nah Lho... Jadi Perantara Suap Proyek Bakamla Rp 24 M, KPK Bakal Jemput Paksa Kader PDIP
[tajuk-indonesia.com] - KPK minta majelis hakim menerbitkan surat panggilan paksa untuk Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsyi. Politisi PDI-P itu diduga menjadi perantara suap senilai Rp 24 miliar dalam proyek satelit monitoring pada Badan Kemanan Laut (Bakamla).
Kepala Biro (Karo) Humas KPK Febri Diansyah menyatakan, jaksa KPK sudah berusaha maksimal dalam menghadirkan saksi Fahmi Al Habsy dalam persidangan. Setidaknya, saksi ini sudah dua kali mangkir dari persidangan.
Padahal, panggilan kepada kader partai berlambang kepala banteng untuk menghadiri persidangan sudah dilayangkan jaksa secara patut. "Kita mengharapkan saksi bersikap kooperatif," katanya.
Namun lanjutnya, dia mengultimatum, bila saksi tetap tidak mengindahkan panggilan jaksa untuk menghadiri persidanganpada 19 Maret mendatang, KPK tak segan untuk mendesak hakimagar mengeluarkan surat perintahpanggilan paksa.
"Kita susah koordinasi dengan hakim dalam mengupayakan kehadiran saksi."
Disampaikan, langkah KPK memanggil maupun menjemput paksa saksi ini didasari fakta persidangan, Jumat (8/4) lalu. Pada sidang itu terungkap bahwa Fahmi Darmawansyah selaku Direktur PT Merial Esa mengetahui adanya aliran dana berupa jatah komisi proyek sebesar 6 persen dari nilai proyek sebesar Rp 400 miliar.
Sedikitnya, total fee proyek Rp 24 miliar yang dialirkan ke sejumlah anggota DPR, disampaikan melalui Fahmi Al Habsyi. Dinyatakan, fee pelicin proyek itu diperuntukan pada politisi PDI-P Eva Sundari, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB Bertus Merlas, serta anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakun Andriadi.
Namun demikian, Eva Sundari telah membatah kesaksian Fahmi Darmawansyah. Menurut Eva, sejak kembali menjadi anggota DPR, dia sama sekali tidak pernah bertemu dengan kolega separtainya, Fahmi Al Habsyi.
Sebelumnya, mencuatnya nama Fahmi Al Habsyi sempatdilontarkan oleh Maqdir Ismail. Pengacara dari Fahmi Dharmawansyah itu mengatakan, ada beberapa orang yang menghubungkan kliennya dengan tersangka Pejabat Bakamla Eko Hadi Susilo (EHS). Salah satu penghubung tersebut adalah Ali Fahmi atau yang akrab disapa Fahmi Al Habsyi.
"Yah salah satu yang disebut (menjadi penghubung) itu pak Fahmi Al Habsyi itu," ucap pengacara senior itu, Jumat, (6/1). Diminta membeberkan kronologi seputar peranan Fahmi Al Habsyi, dia menolak menguraikan secara speaifik.
Dia bukang, "Kliennya cukup mengenal dekat Fahmi sebagai sesama pihak swasta. Yah dia (Fahmi) mengenal Fahmi Al Habsyi, dia orang swasta, bukan satu perusahaan."
Pada perkara ini, KPK pernah memeriksa Fahmi Al Habsyi dalam pemeriksaan, Kamis, (5/1) silam. Hanya saja, dalam pemeriksaan tersebut, saksi Fahmi Al Habsyi diperiksa dalam kapasitas saksi untuk tersangja Handang Soekarno (HS).
Febri pun mengaku, belum mengetahui, apakah penyidik sudah mengklarifikasi peran saksi berkaitan dengan aliran dana serta perkenalan saksi tersebut dengan tersangka Fahmi Darmawansyah.
"Coba saya tanyakan lebih dulu ke penyidik mengenai informasi itu," ucapnya. Yang jelas, tegas dia, klarifikasi mengenai hal tersebut akan dilakukan di hadapan sidang secara terbuka yang sampai saat ini tidak dihadiri atau terkesan dihindari saksi Fahmi Al Habsy.
Kilas Balik
Puspom TNI Tetapkan Status Tersangka Untuk Laksma Bambang Udoyo
KPK melimpahkan berkas perkara tersangka Hardy Stefanus (HST) dan M Adami Okta (MAO). Dua tersangka pengadaansatelit monitoringBadan Keamanan Laut (Bakamla) tersebut, tak lama lagi bakal disidangkan.
"Benar, ada pelimpahan tahap dua untuk dua tersangka dalam kasus indikasi suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla. Telah dilakukan pelimpahan berkas perkara dan tersangka HST dan MAO," kata Kepala Biro (Karo) Humas KPK Febri Diansyah beberapa waktu lalu.
Pelimpahan tahap dua ini bakal mempercepat pelaksanaansidang kasus tersebut. Menurutnya, pengentasan berkas perkara dua tersangka lainnya masih dalam proses. Diyakini, dalam waktu dekat berkas perkara tersangka Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla, Eko Susilo Hadi dan bos PT Mertial Esa, Fahmi Dharmawansyah segera menyusul ke tahap persidangan.
Diketahui, tersangka Hardi Stefanus dan M Adami Okta adalah staf atau karyawan PT Merial Esa. Keduanya diduga terlibat perkara pemberian suap kepada pejabat Bakamla. Keduanya disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah UU20 Tahun 2001 juncto 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal (Mayjen) Wuryanto menjelaskan, penetapanstatus tersangka terhadap Laksma Bambang Udoyo didasari bukti-bukti yang cukup. Bukti-bukti berupa uang dolar Singapura sebanyak 80 ribu dan 50 ribu dollar Amerika disita dari kediamannya.
"Sudah dilaksanakan penggeledahan di rumahnya. Disita barang bukti yang terindikasi suap proyek pengadaan alat monitoring di Bakamla," katanya, kemarin.
Sinyalemen mengenai dugaan terkait suap proyek, lanjutnya, berhubungan dengan jabatan tersangka sebagai Direktur Data dan Informasi Bakamla sekaligus pejabat pembuat komitmen (ppk) proyek. Tindak pidana yang dilanggar, kata dia, diduga adalah tindak pidana korupsi.
Dugaan pelanggaran yang dilakukan tersangka sambubgnya, berkaitan dengan adanya aliran dana kepada tersangka. Namun, berapa besaran dana yang diterima, masih ditelusuri. Sejauh ini, pihaknya masih memegang asas praduga tidak bersalah.
"Hasil koordinasi secara terus menerus kepada KPK dan unsur lingkungan terkait di KPK, kami melaksanakan proses penyelidikan yang dalam dan teliti dan kami sudah periksa beberapa saksi," sambungnya mengutip keterangan Komandan Puspom TNI Mayjen TNI Dodik Wijanarko.
Pengungkapan kasus yang melibatkan petinggi militer ini diketahui setelah Puspom TNIberkoordinasi intensif dengan KPK. Setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi pada 14 Desember lalu, KPK dan Puspom TNI menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain di institusi TNI.
Dalam pengembangan, Laksma Bambang Udoyo diduga sebagai salah satu pihak yang ikut menerima suap. Menjawab pertanyaan mengenai pemeriksaan Bambang Udoyo, Wuryanto menambahkan, hal itu akan diagendakan oleh Puspom TNI.
Intinya, mekanisme pengungkapan kasus ini bakal dilakukan secara proporsional. Tidak ada istilah untuk melindungi oknum yang bermasalah. "Kita proses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku."
Bila dalam penyidikan ditemukanada dugaan keterlibatan oknum lainnya, dipastikan, TNI tidak akan main-main. Semuapihak yang diduga terkait perkara tersebut dijamin akan diproses.
Menurut dia, penyidikan kasus ini berjalan profesional mengingat pemeriksaan perkara dilakukan secara bersama-sama dengan KPK. "Dugaan pelanggaran tindak pidana korupsinya diproses bersama-sama KPK. Kita koordinasikan dengan baik bersama KPK," tambahnya.
Pada kasus suap proyek pengadaan alat satelit monitoring Bakamla yang menggunakan anggaran negara 2016, KPK telah menetapkan empat tersangka. Para tersangka itu antara lain, Eko Susilo Hadi yang diduga sebagai pihak penerima suap dan tiga orang yang diduga pemberi sekaligus perantara suap yakni Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah beserta dua anak buahnya, Hardy Stefanus dan M Adami Okta.
Dalam proyek bernilai Rp 220 miliar, Eko menjabat sebagaikuasa pengguna anggaran (KPA). Suap diberikan dengan maksud agar PT MTI menjadipemenang tender proyek yang dilelang melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Sedangkan tersangka ke lima, Bambang Udoyo berperan sebagai penandatangan perjanjian pengadaan satelit monitoring Bakamla. [rmol]