Wow... Pilkada DKI Jadi Uji Coba Kebangkitan Keluarga Cendana
[tajuk-indonesia.com] - Kontestasi politik di DKI tidak hanya membelah kohesi masyarakat bawah, tetapi juga partai dan termasuk keluarga penguasa Orde Baru.
Adik Presiden RI ke-2 Soeharto, Probosutedjo berada di pihak Basuki Tjahaja Purnama. Usai pertemuan tertutup di rumah Probo kemarin, tim Ahok yang diwakili Ruhut Sitompul mengklaim adik seayah Soeharto itu tertarik mendukung karena prestasi-prestasi yang selama ini ditorehkan bekas bupati Belitung Timur itu.
Pertemuan di rumah Probo kemarin adalah bukti pernyataan Ahok sebelumnya yang mengatakan akan ada dukungan dari keluarga cendana untuknya. Probosutedjo pada Piplres lalu disebut-sebut menjadi salah satu pendukung Joko Widodo. Namun, perlu diketahui bahwa kesehatan Probo saat ini menurun karena usia. Jadi, kemungkinan secara praksis dukungan Probo hanya menjadi penyemangat belaka, atau berupa kucuran dana kampanye.
Sementara itu, anak-anak Soeharto ada di kubu lain, yakni Anies-Sandi. Hal itu mereka tegaskan saat menggelar peringatan Supersemar di masjid Attin, TMII, Jaktim minggu lalu. Hadir di acara itu antara lain Tommy, Tutut, Mamiek dan beberapa mantu Soeharto.
Sebelumnya, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto secara terang-terangan mengaku harus berseberangan dengan Partai Golkar, yang dalam Pilkada kali ini mendukung Ahok. Saat ini, status Titiek adalah anggota DPR dan wakil ketua dewan pakar Partai Golkar. Sikap Titiek ini membuat geram DPP hingga mengancam akan memberikan sanksi.
Mengapa berpijak di dua kaki?
Sulit mengukur seberapa efektif dukungan dari keluarga Cendana karena mereka tidak lagi mengendarai institusi yang dapat ditunggangi untuk memuluskan ambisi politiknya, sebab mereka saat ini tidak lagi mengendalikan partai, kecuali partai baru bentukan Tommy yang baru disahkan, yakni Partai Berkarya.
Atau, Pilkada DKI hanya dijadikan keluarga Cendana sebagai alat ukur keberterimaan atau elektabilitas partai bentukannya di masyarakat. Selama ini, mereka memainkan emosi warga dengan mengarahkan masyarakat lewat media massa untuk bernostalgia dengan Orde Baru yang dikemas sebagai era yang murah, aman dan stabil.
Tommy banyak muncul di kancah politik sejak kisruh perebutan tahta Ketua Umum Partai Golkar antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono pada awal 2015. Saat itu, Tommy Soeharto sempat beberapa kali mengeluarkan kata-kata bernada ancaman kepada Yorrys Raweyai yang memihak Agung untuk tak bertindak ala preman.
Kala itu banyak masyarakat menyambutnya dengan dukungan bernada positif. Bahkan, tak sedikit yang secara terus terang menyatakan desakan bagi kembalinya keluarga Cendana ke pusat kekuasaan. Sebagian lagi menyatakan siap jadi relawan di bawah pimpinan Tommy.
Sebagian masyarakat mengalami romantisme Orde Baru, yang mereka sebut sebagai era serba murah: BBM, sembako, sekolah murah. Berbagai stiker atau meme berisi beragam slogan yang berasosiasi dengan Orde Baru pun sangat mudah kita jumpai.
Romantisme Era Orde Baru itulah yang kemudian ditangkap oleh Tommy dengan mendirikan partai, meskipun belum ada indikasi apakah pencitraan tersebut berkelindan dengan dukungan masyarakat kepada partai bentukan Tommy tersebut. Maka, Pilkada DKI akan dijadikan pemanasan untuk 2019.
Jadi, terlibat dalam Pilkada DKI sepertinya bukan semata-mata untuk sekadar dukung-mendukung, tetapi lebih besar dari itu, yakni menjajal mesin partai baru bentukan Tommy. Di sisi lain, harus ada kaki yang dipijakkan di tempat berbeda supaya terjadi sesuatu dengan pijakan pertama, mereka tidak serta-merta jatuh. [rima]