Ternyata... Megakorupsi e-KTP, Berawal dari Surat Menteri Berakhir di Pengadilan


[tajuk-indonesia.com]        -        Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang perdana perkara mega korupsi e-KTP, 9 Maret silam. Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum Irene Putri membacakan dakwaan yang dijatuhkan kepada dua terdakwa, Irman, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, dan Sugiharto mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.

Dalam dakwaan yang dibacakan Irene itu, diungkapkan perjalanan panjang kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut. Dugaan korupsi itu dilakukan dengan mengatur proses penganggaran, pelelangan dan pengadaan proyek e-KTP dalam kontrak tahun jamak senilai Rp 5,952 triliun yang dibagi dalam dua tahap, yakni pada 2011 sejumlah Rp 2,291 triliun dan pada 2012, Rp 3,66 triliun.

Berikut kronologi perkara korupsi e-KTP yang dirangkum Rimanews dari dakwaan Irman dan Sugiharto.

November 2009
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengirim surat nomor 471.13/4210.A/SJ kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Dalam surat tersebut Gamawan meminta Menteri Keuangan untuk mengubah sumber pembiayaan proyek penerapan e-KTP yang awalnya dibiayai Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi anggaran rupiah murni alias APBN. Perubahan sumber pembiayaan proyek penerapan e-KTP tersebut kemudian dibahas dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian Dalam Negeri dengan Komisi II DPR RI.

Februari 2010
Komisi II DPR membahas perubahan sumber pembiayaan anggaran proyek e-KTP dengan Kemendagri. Ketua Komisi II DPR, Burhanuddin Napitupulu (meninggal Maret 2010) meminta uang kepada Irman agar usulan perubahan pembiayaan yang diajukan Kemendagri disetujui DPR. Uang itu akan dibagikan ke anggota Komisi II DPR periode 2009-2014. Irman setuju menyediakan dana untuk anggota DPR karena telah mendapat kepastian dari pengusaha Andi Narogong, pemilik Murakabi Sejahtera, perusahaan yang di kemudian hari ikut tender e-KTP namun sengaja dikalahkan.

Masih di bulan Februari 2010, pukul 06.00 WIB, Irman, Andi, dan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni menemui Setya Novanto, yang kala itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di Hotel Gran Melia Jakarta. Di sana Setya Novanto mendukung pembahasan proyek e-KTP. Beberapa hari kemudian, Andi kembali bertemu Setya Novanto di ruang kerjanya di lantai 12 gedung DPR untuk memperoleh kepastian bahwa proyek e-KTP telah dianggarkan. Novanto mengatakan akan berkoordinasi dengan pimpinan fraksi lainnya.

Mei 2010
Di ruang kerja Komisi II DPR, Gamawan, dan Diah bertemu dengan Andi Narogong, Muhammad Nazaruddin serta anggota Komisi II DPR yakni, Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Ignatius Mulyono, Mustoko Weni, Arief Wibowo. Di situ disepakati Proyek e-KTP akan menjadi program prioritas utama yang akan dibiayai menggunakan APBN murni secara multiyears alias tahun jamak 2011 dan 2012.

Mei-Juni 2010
Irman meminta Direktur PT Java Trade Utama bernama Johannes Richard Tanjaya untuk menyediakan hotel untuk melakukan pertemuan yang akan membahas proyek e-KTP. Hotel yang dipilih diantaranya adalah Hotel Sultan. Johannes juga diperintahkan Andi untuk menyiapkan desain proyek e-KTP. Pertemuan Andi dan Johannes juga dilakukan di Ruko Graha Mas Fatmawati
blok B nomor 33-35 Jakarta Selatan.

Juli-Agustus 2010
DPR memulai pembahasan RAPBN tahun anggaran 2011. Andi Narogong, Setya Novanto dan Anas Urbaningrum sepakat DPR akan mengawal pengadaan proyek e-KTP senilai Rp5.900.000.000.000. Andi bersepakat, 51 persen dari nilai proyek itu, yakni Rp 2,6 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek. Sisanya 49 persen akan dibagikan ke pejabat kemendagri, anggota komisi II, Setya Novanto, Anas Urbaningrum, Andi Narogong, dan Muhammad Nazaruddin.

September-Oktober 2010
Andi Narogong menyerahkan komitmen fee atas kesepakatan bulan agustus silam. Dia memberikan uang ke Anas US$ 500.000. Sebelumnya Anas juga telah menerima uang US$ 2 juta. Tak hanya, Anas, andi juga memberikan uang ke politikus Demokrat Khatibul Umam Wiranu, US$ 400.000. Mohammad Jafar Hafsah US$ 100.000. Politikus PDIP Arief Wibowo, Ganjar Pranowo, Agun Gunanjar Sudarsa, Mustoko weni, Teguh Juwarno, Taufik Effendi, Olly Dondokambey, Tamsil Linrung.

Oktober 2010
Andi bertemu dengan Chaeruman Harahap dan Diah anggraeni di Restoran Peacock Hotel Sultan. Diah meminta Chaeruman menyetujui anggaran proyek Rp 5.952.083.009.000 dengan rincian, tahun 2011 Rp 2.291.428.220.000 dan 2012 Rp 3.660.654.789.000

22 November 2010
Gamawan dalam rapat kerja Kementerian Dalam Negeri menyetujui anggaran proyek pengadaan dan penerapan e-KTP untuk tahun 2010 sebesar Rp 2.468.020.000.000. Dan 20 Desember 2010 disetuji oleh DPR.

21 Desember 2010
Gamawan mengirim surat nomor 471.13/4988/SJ ke menteri keuangan Agus Martowardojo. intinya meminta izin proyek e-KTP  tahun 2011-2012 segera dilaksanakan dengan skema kontrak tahun jamak. Permohonan ini yang kedua, setelah surat yang dikirim pada 26 oktober 2010 ditolak Agus.

17 Februari 2011
Dirjen anggaran Kementerian keuangan mengirimkan surat Nomor: S-36/MK.2/2011 yang ditujukan kepada Gamawan dan
pokoknya memberikan izin pelaksanaan proyek. Tahun 2011 sebesar Rp 2.291.428.220.000 dan tahun 2012 Rp 3.660.654.789.000.

Mei 2011
Proses lelang proyek e-KTP. lelang diikuti oleh sembilan konsorsium. Tiga diantaranya dibuat oleh Andi Narogong.

Tiga konsorsium yang dibuat adalah  Konsorsium PNRI yang terdiri dari PT Quadra Solution, PT LEN Indonesia, PNRI, PT Sucofindo, dan PT Sandipala Arthaputra. Konsorsium Astragraphia yang terdiri dari PT AstraGraphia IT, PT Sumber Cakung, Trisaktti Mustika Graphika, PT Kwarsa Hexagonal. Ketiga Konsorsium Murakabi Sejahtera, yakni PT Murakabi, Java Trade, aria Multi Graphia, Stacopa.

Dan 21 Juni 2011, Gamawan Fauzi menetapkan Konsosrsium PNRI  sebagai pemenang lelang dengan penawaran. RP5,8 triliun. Kontrak ditandatangani 1 Juli 2011 dengan jangka waktu pekerjaan sampai 31 Oktoer 2012.

Maret 2012
Konsorsium PNRI belum bisa menyelesaikan target pekerjaan pengadaan blangko e-KTP sebanyak 65.340.367.

9 Maret 2012
Gamawan meminta penambahan anggaran dalam APBN P 2012 kepada Menteri Keuangan.

27 Juni 2012
Permintaan penambahan anggaran disetujui oleh Komisi II DPR sebanyak Rp 1.045.445.868.749 untuk penyelesaian blangko e-KTP. Tapi untuk menyetujui penambahan anggaran ini, DPR meminta uang kepada bos PT Quadra Solution Anang S Sudhiarjo sebanyak Rp 5 miliar. Uang diserahkan kepada anggota KOmisi II Markus Nari di restoran bebek Senayan.

November-Desember 2012
Terdakwa Sugiharto membagi-bagikan uang kepada sejumlah orang di Kemendagri, BPK, Sekretariat komisi II dan Bappenas untuk membahas penambahan anggaran proyek e-KTP tahun 2013.

5 Desember 2012
DPR kembali menyetujui penambahan anggaran e-KTP dalam APBN tahun 2013 sebesar Rp 1.492.624.798.000.

Agustus 2013- 2014
Bendahara Umum Muhammad Nazaruddin mengungkap aliran dana pengadaan e-KTP pada sejumlah elite politik ke KPK. Dan KPK mulai mengusut kasus dugaan korupsi e-KTP dan memeriksa 294 saksi.

2016
KPK menetapkan Irman dan Sugiharto sebagai tersangka kasus e-KTP

9 Maret 2017
Pengadilan tindak Pidana Korupsi Jakarta menyidangkan perkara korupsi  e-KTP.   [rms]














Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :