Surat Cinta Terakhir Untuk Muslim Ahoker
Maaf, jika perbedaan pendapat di antara kita selama ini menciderai
hubungan kita. Maaf, jika cara kami menasihati seringkali menyakitkan
hati. Maaf, jika kami terkesan sangat memaksakan kehendak agar kau bisa
sejalan dengan kami.
Tapi...
Kalaulah kalian ingin tahu... apa alasan kami melakukan ini. Jawab kami
hanya satu: "karena kami merasa kita bersaudara dalam aqidah yang sama.
Kami mencintai kalian karena Allah. Dan kami ingin berkumpul dengan
kalian lagi di surgaNya."
Selama ini... kita meyakini 1 tuhan yang sama. Kita mengucap kalimat
syahadat yang sama. Kita bertuhan Allah dan mengucap "asyhadu alla
ilaaha illallah."
Selama ini... kita memeluk islam dan tak ingin menggantinya dengan agama
yang lain. Kita terlahir Muslim dan kita juga sama-sama ingin mati
dalam keadaan muslim. Bukankah benar begitu?
Dan kita juga punya harapan yang sama... harapan untuk masuk ke dalam
surgaNya. Juga harapan untuk bisa selamat dari api nerakaNya.
Lantas...
Belakangan ini kita menjadi berbeda. Kami marah pada penista agama atas
nama muslim. Dan kalian memaafkan penista agama juga atas nama muslim.
Siapakah gerangan yang benar di antara kita? Islam versi kalian atau
islam versi kami?
Mungkin kita perlu untuk duduk bersama dalam majelis ilmu untuk mengkaji
ayat-ayat Allah dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam agar kita memiliki pemahaman yang utuh terhadapnya. Bukan untuk
mencari siapa yang salah di antara kita... tapi untuk mencari kebenaran
yang sebenar-benarnya.
Sejenak, kalau lah kita ada dalam satu jamuan yang sama... dimana di
jamuan makan itu ada daging ayam, daging sapi dan daging babi. Kemudian
kami bilang, "wahai saudaraku, haram bagi kita untuk memakan daging babi
selama masih ada daging ayam dan daging sapi..." Apa kami salah berkata
demikian? Bukankah kalian sepakat dengan kami dalam hal ini?
Lalu, misalkan...dalam satu jamuan ada kopi, susu, dan khamr. Lantas
kami mengingatkan kepada kalian, "wahai saudaraku, mari kita minum kopi
atau susu saja... karena Allah melarang kita meminum khamr."
Ah, nyatanya kita sepakat dalam hal ini bukan? Kita dengar dan kita
patuh tanpa banyak bertanya dan menggugat; "Kenapa haram?", "Definisi
babi itu apa dulu? Jangan-jangan yang haram cuma kulitnya?", "Bukankah
khamr juga ada manfaatnya? Banyak orang tenang setelah minum khamr
kan?"...
Sebenarnya, begitu pun dengan masalah kita saat ini. Saat ini kami hanya
mengingatkan sebagaimana biasanya kita memang saling mengingatkan. Kami
hanya memberi tahu bila memang kalian belum tahu. "Wahai saudaraku,
jangan memilih yang kafir, selama masih ada yang muslim.", "Wahai
saudaraku, pilihlah yang muslim, karena Allah melarang kita memilih yang
kafir."
Ah, tapi kenapa respon kalian jadi berbeda? Kenapa kalian mendengar tapi
kemudian membangkang? Kenapa kalian jadi banyak tanya? "Apa definisi
auliya'?" , "Lebih baik mana kafir yang kerjanya bagus atau muslim yang
...?" Dan segudang tanya serta pembelaan yang intinya; kalian tidak mau
menerima nasihat ini!
Sekarang kami tahu, mengapa ayat melarang babi dan khamr tidak lebih
dari 5 jari, Namun ayat larangan memilih pemimpin kafir Allah tulis
belasan kali...
Karena nyatanya, tidak mudah bagi kalian untuk menerima nasihat soal
ini. Perlu berapa ayat lagi agar kalian mau tunduk patuh terhadapNya?
Ah. Maaf maaf, sekali lagi kami bicara seakan kebenaran hanya milik kami.
Biarlah, kami berlepas diri. Besok lusa, dalam bilik suara yang hanya
1x1m itu, hanya ada kau dan Allah. Serta para malaikat yang siap
menuliskan apa adanya siapa gerangan pilihanmu. Kelak, cukup bagimu
siapkan hujjah yang kuat di hadapan Allah atas apa yang telah engkau
putuskan secara sadar. Dan kami pun juga kelak akan membela diri, bahwa
kami telah mengingatkanmu saat di dunia dahulu.
Wassalamu'alaikum. [rmol]
Bagus Mulyono
Tinggal di Kalibata Tengah, Jakarta Selatan