Sssttt...Bau busuk proyek e-KTP menyengat di DPR


[tajuk-indonesia.com]        -        Sumber aroma kebusukan proyek e-KTP semakin gamblang menyusul kicauan bekas bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Dalam sebuah BAP yang beredar, sederet nama anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebut-sebut kecipratan najis korupsi hingga belasan milyar rupiah per orang. Nama-nama yang disebut adalah Setya Novanto (saat ini ketua DPR dan Ketum Golkar), Agun Gunanjar, Teguh Juwarno, Ganjar Pranowo (saat ini gubernur Jateng), Taufik Effendi, Ignatius Mulyono, Mustoko Weni, dan Tamsil Linrung.

Namanya diendus Nazaruddin, Setya balas menuduhnya sedang tidak stabil, sehingga harus mengait-ngaitkan semua orang dalam kasus korupsi e-KTP, termasuk dirinya.

"Mungkin kondisi psikologis Nazar sedang ada masalah dengan partainya dan Mas Anas (Urbaningrum). Jadi semua orang dikait-kaitkan dan disebut-sebut. Saya pastikan pernyataan Nazar tidak benar," tukas Novanto.

BAP yang mengobral nama-nama beken itu terkait dua tersangka, yakni bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Keduanya disangka merugikan negara senilai Rp2,3 triliun. Proyek e-KTP adalah proyek yang menghabiskan total anggaran Rp6 triliun.

Tendernya dimenangkan oleh konsorsium Percetakan Negara, yang terdiri dari beberapa perusahaan: Perum Peruri, PT Sucofindo, PT LEN Industri, PT Kuadra Solution, dan PT Sandipala Artha Putra.

Kasus ini belakangan terindikasi korupsi setelah Paulus Tanos, bos PT Sandipala Artha Putra yang mendapatkan bagian  proyek e-KTP senilai Rp6 miliar, merasa diperlakukan tidak adil karena nilai proyeknya diturunkan menjadi Rp1 miliar.
Komisi II DPR disebut-sebut dalam kasus ini karena diduga mengarahkan pemenang tender. KPK kemudian mengultimatum para anggota Komisi II DPR yang diduga terlibat untuk mengembalikan uang yang diterima. Akan tetapi, Novanto bersumpah, tak pernah membahas apalagi terlibat dalam kasus korupsi KTP elektonik atau e-KTP sebagaimana yang tercantum dalam BAP yang beredar di kalangan awak media.

Terkait kasus ini, KPK sudah memeriksa sekitar 250 orang terdiri dari anggota DPR, pejabat di Kementerian Dalam Negeri, dan pihak swasta. Sejumlah anggota dan mantan anggota DPR yang sudah diperiksa antara lain, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Ketua DPR Setya Novanto. Sementara itu, dari pihak eksekutif, KPK sudah memeriksa mantan Mendagri Gamawan Fauzi.

Cuci tangan setelah jatuh ke comberan

KPK menyebutkan jika sebanyak 14 orang, terdiri dari anggota DPR dan birokrat, sudah mengembalikan uang korupsi e-KTP senilai Rp30 miliar. Di luar itu, KPK baru bisa menyita Rp220 miliar dari  perusahaan atau konsorsium.

KPK berjanji akan membongkar siapa saja pihak yang ikut menikmati aliran dana korupsi dan merinci hal-hal dugaan proyek tersebut dalam persidangan besok.

Jika ada piring jatuh ke comberan lalu dicuci, piringnya bisa bersih. Akan tetapi, orang yang tahu pasti masih jijik jika harus memakainya kembali. Apabila orang sangat memperhatikan higienitas, pasti piring-piring itu dibuang atau diobral dengan harga murah.

Bagaimana jika yang kecemplung ke kubangan kotor tersebut politisi lalu mencucinya dengan pengembalian uang? Kalau jiwa mereka bersih, sebagaimana orang-orang yang memperhatikan higienitas tadi, seharusnya mereka tahu diri: dengan meminta maaf secara terbuka lalu ramai-ramai undur diri. Piring bekas jatuh ke comberan tak mungkin dipakai untuk wadah suguhan orang-orang mulia.

Sebelum proyek e-KTP disahkan, ada kabar bahwa sebetulnya institusi perbankan seperti BRI sanggup membuat kartu elektronik tersebut dengan biaya hanya kurang dari Rp1 ribu rupiah perbuah plus dapat dipakai sebagai ATM.

Namun, DPR memilih cara lain, sehingga harga perbuah dari e-KTP tersebut dikabarkan mencapai Rp11 ribu, tanpa bisa dimanfaatkan untuk hal lain. Padahal, jika setuju, BRI sebagai bank negara sangat mungkin dapat menaikkan kapitalnya dan dapat menjadi bank terbesar di ASEAN.

Demikianlah negara jika dikelola oleh mereka yang mengembangkan pertemanan model school of vice (sekolah kejahatan), istilah yang dipakai psikolog AS John Bradshaw (1933-2016). Sekolah kejahatan ini adalah hasil dari persahabatan model sindikat seperti yakuza, mafia atau triad. Pertemanan model ini dibangun berdasarkan moral-moral korup. Apes sekali jika negara harus dikelola oleh orang-orang seperti ini.  [rima]











Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :