Soal Kasus e-KTP, Pengamat : Pengembalian Uang Tidak Menggugurkan Proses Hukum
[tajuk-indonesia.com] - Kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri tahun anggaran 2011-2012 harus dibuka secara terang benderang dan sampai ke akar-akarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus kasus e-KTP harus bernyali menyikap kasus ini hingga tuntas. Pasalnya, proyek ini cukup fantastis, yakni menggunakan uang negara hampir Rp 6 triliun.
Analis politik dan HAM dari Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga, mengatakan, kalau ada penerima fee
terkait kasus e-KTP yang berniat dan akan mengembalikan uang ke negara,
itu tidak berarti membatalkan proses hukum yang sudah berjalan.
"Tindakan mengembalikan uang hasil korupsi tidak boleh menggugurkan proses hukumnya," sebut Andy kepada redaksi, Jumat (10/3).
Ia menambahkan, proses hukum kasus e-KTP harus tetap jalan, karena niat untuk melakukan korupsi sudah terbukti dengan menerima uang tersebut.
"Sudah waktunya bersih-bersih dari tindakan korupsi segera dilakukan. Dan harus dimulai dari tingkat atas atau para oknum pejabat negara yang diduga melakukan korupsi, agar rasa keadilan dan kesejahteraan dapat dicapai oleh seluruh warga dan bangsa ini," tukas Andy.
Dalam kasus korupsi e-KTP, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, duduk di kursi terdakwa.
Irman didakwa memperkaya diri sebesar Rp 2.371.250.000, 877.700 dolar AS, dan 6.000 dolar Singapura. Sementara, Sugiharto didakwa mendapatkan uang sejumlah 3.473.830 dolar AS.
Dalam dakwaan mereka, banyak nama yang disebut menerima fee. Mulai dari pelaksana proyek, panitia lelang, pejabat Kemendagri, hingga puluhan anggota DPR periode 2009-2014. [rmol]
"Tindakan mengembalikan uang hasil korupsi tidak boleh menggugurkan proses hukumnya," sebut Andy kepada redaksi, Jumat (10/3).
Ia menambahkan, proses hukum kasus e-KTP harus tetap jalan, karena niat untuk melakukan korupsi sudah terbukti dengan menerima uang tersebut.
"Sudah waktunya bersih-bersih dari tindakan korupsi segera dilakukan. Dan harus dimulai dari tingkat atas atau para oknum pejabat negara yang diduga melakukan korupsi, agar rasa keadilan dan kesejahteraan dapat dicapai oleh seluruh warga dan bangsa ini," tukas Andy.
Dalam kasus korupsi e-KTP, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, duduk di kursi terdakwa.
Irman didakwa memperkaya diri sebesar Rp 2.371.250.000, 877.700 dolar AS, dan 6.000 dolar Singapura. Sementara, Sugiharto didakwa mendapatkan uang sejumlah 3.473.830 dolar AS.
Dalam dakwaan mereka, banyak nama yang disebut menerima fee. Mulai dari pelaksana proyek, panitia lelang, pejabat Kemendagri, hingga puluhan anggota DPR periode 2009-2014. [rmol]