Minta Dikutuk & Didoain Mati Di Sidang e-KTP, Gamawan Kalap??
[tajuk-indonesia.com] - Gamawan Fauzi begitu emosi saat bersaksi di sidang kasus korupsi e-KTP, kemarin. Bukan hanya membantah menerima suap 4,5 juta dolar AS dan Rp 50 juta seperti tercantum dalam dakwaan, bekas Menteri Dalam Negeri ini berani dikutuk dan didoakan mati jika benar terima suap. Kalapkah? Atau begini caranya Gamawan memastikan dirinya bersih?
Gamawan yang mengenakan kemeja putih tiba di Pengadilan Tipikor pukul 08.45 WIB. Dia mengaku siap seratus persen memberikan kesaksian. "Insyaallah saya siap. Lihat saja nanti. Ada dokumen yang dibawa," ujar Gamawan.
Eks Gubernur Sumatera Barat ini membantah menerima uang dari proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini. "Nggak saya, nggak sama sekali (menerima uang). Pasti tidak pernah. Kita orang beragama jangan fitnah. Saya juga nggak mau buat fitnah. Peradilan kan bukan cuma di sini aja nanti di akhirat ada lagi," tegas Gamawan yang dikawal beberapa orang ini.
Selain Gamawan, ada 8 orang lain yang dijadwalkan bersaksi. Mereka adalah eks sekjen Kemendagri Diah Anggraini, KPA proyek e-KTP Elvius Dailami, Direktur Utama PT Karsa Wira Utama Winata Cahyadi, eks Menkeu Agus Martowardojo, Dirjen Administrasi Kependudukan 2005-2009 Rasyid Saleh, Kabiro Perencanaan Kementerian Dalam Negeri 2004-2010 Yuswandi A Temenggung, serta eks Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap. Dari ke-8 saksi, hanya Agus Marto yang tidak memenuhi panggilan pengadilan.
Sidang baru dibuka Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-Butar pukul 10.35 WIB. Gamawan, bersama 6 saksi lain duduk berjejer di hadapan majelis hakim. Gamawan yang duluan diperiksa.
Awalnya, hakim menanyakan soal teknis proyek e-KTP itu. Gamawan dengan tenang menjelaskan satu per satu tahapan jalannya proyek itu. Sekitar 1 jam pertanyaan berkutat di seputar itu.
Majelis hakim kemudian menanyakan, apakah Gamawan mengetahui adanya permainan uang dalam proyek ini. Dia menjawab, tidak. Gamawan juga mengaku tak pernah mendengar bahwa anak buahnya menerima uang dari proyek e-KTP.
Ketua Majelis Hakim kemudian langsung to the point dengan menanyakan, apakah Gamawan menerima aliran dana korupsi itu. Mendengar pertanyaan itu, Gamawan spontan membantah. "Satu rupiah saya tidak terima, Yang Mulia. Demi Allah saya tidak menerima satu rupiah pun," tegasnya.
"Dan saya kalau mengkhianati bangsa ini menerima satu rupiah pun, saya minta didoakan seluruh rakyat Indonesia agar dikutuk oleh Allah. Tapi saya juga minta apabila ada yang memfitnah, saya minta diberi petunjuk oleh Allah SWT," sambung Gamawan dengan nada tinggi.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum pekan lalu, Gamawan disebut menerima aliran 4,5 juta dolar AS atau sekitar Rp 60 miliar dari proyek pengadaan e-KTP.
Berdasar dakwaan jaksa, uang itu diterima dalam beberapa tahap. Pada Maret 2011, pengusaha yang menjadi rekanan Kemendagri Andi Agustinus alias Andi Narogong memberikan uang kepada Gamawan melalui Afdal Noverman sejumlah 2 juta dolar. Pemberian itu bertujuan agar proses pelelangan proyek e-KTP tidak dibatalkan Gamawan.
Selang tiga bulan kemudian, tepatnya Juni 2011, Andi kembali memberikan uang pada Gamawan melalui adiknya, Azmin Aulia, sejumlah 2,5 juta dolar. Kali ini uang diberikan untuk memperlancar proses penetapan pemenang lelang.
Selain menerima dari pengusaha itu, Gamawan juga disebut menerima uang Rp 50 juga dari terdakwa Irman. Pemberian uang ini dilakukan saat ia melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Menurut Gamawan, uang Rp 50 yang diberikan Irman itu merupakan honorariumnya sebagai pembicara. "Uang itu honor saya jadi pembicara, Yang Mulia, di 5 provinsi. Karena menurut aturan, 1 jam menteri bicara itu Rp 5 juta. Kalau saya bicara 2 jam, Rp 10 juta," tutur ujar Gamawan.
Sedangkan dari Afdal, Gamawan
mengaku uang itu merupakan pinjaman. Besarnya Rp 1,5 miliar, bukan USD 2
juta. Pinjaman itu digunakan untuk operasi kanker usus di Singapura.
Gamawan sendiri mengaku tak kenal Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Dia juga mengaku baru tahu bahwa Diah pernah bertemu dengan Andi. "Saya
baru tahu dari ibu Sekjen (Diah)," ujar Gamawan. "Saya tahunya baru
kemarin, 30 desember 2016 lalu."
"Kok bisa baru tahu kemarin?" cecar hakim. "Saya tidak tahu yang mulia," elak Gamawan.
Gamawan kemudian ditanya kembali soal dugaan penerimaan uang. Dia kembali membantahnya. Kali ini, dengan nada lebih tinggi.
"Saya ini punya tuhan. Saya minta kepada seluruh rakyat Indonesia, doakan saya mati sekarang kalau saya menerima satu sen pun dari yang mulia sebutkan karena saya mengkhianati bangsa ini. Saya minta dikutuk oleh Allah, dan saya minta yang bilang begitu diberi petunjuk," ulang Gamawan lagi.
Melihat Gamawan yang emosi, hakim berusaha meredakannya. "Redakan dulu emosinya ya, pak," imbau hakim John. "Tidak, saya tidak emosi," elak Gamawan dengan nafas agak memburu.
Sidang break pada 12.30 WIB. Setelah break selama satu jam, Jaksa KPK Irene mencecar Gamawan soal proses audit BPK. Gamawan menjelaskan, proyek e-KTP sudah melalui tiga kali proses audit oleh BPK di tahun 2012 dan 2013.
"Ada dua poin, ada kelebihan pembayaran sekitar Rp 18 miliar, segera saya perintahkan untuk selesaikan. Lalu ada kelebihan Rp 62 Miliar, saya minta untuk diselesaikan. Sudah selesai," tutur Gamawan.
Setelah itu, kuasa hukum Irman dan Sugiharto, Soesilo Aribowo, meminta penjelasan Gamawan tak menerima uang dalam proyek itu.
"Nama saudara ada di urutan pertama penerima uang proyek e-KTP. Kira-kira hal apa yang bisa anda jelaskan di luar sumpah?" tanya Soesilo.
Gamawan mengaku sangat berhati-hati dalam menjalankan proyek ini. Dia bahkan sempat takut ketika diberikan tugas untuk menjalankan pengadaan e-KTP dan hendak melimpahkannya ke Kemenkeu.
"Karena saya orang baru di Jakarta, saya khawatir orang baru tiba-tiba harus memimpin (proyek e-KTP). Menteri sekaligus pengguna anggaran, ini tugas pokok," tutur Gamawan.
Saking berhati-hatinya, dia meminta KPK turut mengawal dan mengawasi jalannya proyek ini. "Saya bawa, saya presentasikan lagi ada nggak yang salah," tuturnya.
KPK kemudian memberi saran secara tertulis, mana yang bisa dilakukan. Ada 8 saran yang kemudian dijawab Irman selaku Dirjen. Menurutnya, dari delapan, hanya dua yang tidak dikerjakan karena terkendala anggaran.
Setahun proyek itu berjalan, diaudit BPK. Dinyatakan tak ada masalah. Maka proyek itu jalan terus. Tanggal 16 Agustus 2016, dia juga meminta BPKP mengauditnya. Kemudian setelah menandatangani pemenang tender, Gamawan kembali mengirim hasilnya ke KPK, BPK, Polri, dan Kejaksaan. Polri hanya menjawab terimakasih. BPK menjawab tidak melakukan pre audit. Sementara Kejaksaan dan KPK tak menjawab.
"Ini yang saya kaget dan sedih juga, kok kemudian tiba-tiba pak Giarto (Sugiarto) jadi tersangka. Di mana salahnya proyek ini. Kok tiba-tiba ada yang bilang saya menerima uang. Ke adik-adik saya juga. Ini kan sakit sayanya," keluh Gamawan.
Pukul 14.20 WIB, Gamawan selesai bersaksi. Namun, dia tak boleh langsung meninggalkan ruang sidang. Namun Gamawan diberi pilihan untuk tetap duduk bersama para terdakwa lain, atau di belakang saja. Gamawan memilih duduk di belakang barisan para saksi.
Namun, eks Sekjen Kemendagri Diah Anggraini yang bersaksi setelah Gamawan mengungkapkan, Andi Narogong alias Andi Agustinus pernah mengeluh pusing lantaran kerap dipalak Irman.
"Iya saya ingat, itu pernah dia jumpai saya setelah rapat. Dia bilang 'Bu pusing ini karena Pak Irman minta uang terus', katanya untuk pak menteri. Dia tunjukkan catatan kecil tapi saya tidak lanjut lihat lagi," ungkap Diah. Gamawan sendiri akhirnya duduk hingga sidang berakhir pukul 21.30 WIB.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai sikap Gamawan yang sumpah-sumpah sebagai sikap yang lebay alias berlebihan. Menurutnya, Gamawan seharusnya cukup menjawab apa yang ditanyakan oleh hakim.
"Hakim kan cuma tanya pernah terima duit atau tidak? Kan cukup dijawab iya atau tidak. Lha malah mengembara kemana-mana, maka jadi terkesan kalap," kata Boyamin kepada Rakyat Merdeka, semalam. Dengan begitu, justru di mata masyarakat, Gamawan seperti ketar-ketir dan berusaha membela diri mati-matian. *** [rmol]
"Kok bisa baru tahu kemarin?" cecar hakim. "Saya tidak tahu yang mulia," elak Gamawan.
Gamawan kemudian ditanya kembali soal dugaan penerimaan uang. Dia kembali membantahnya. Kali ini, dengan nada lebih tinggi.
"Saya ini punya tuhan. Saya minta kepada seluruh rakyat Indonesia, doakan saya mati sekarang kalau saya menerima satu sen pun dari yang mulia sebutkan karena saya mengkhianati bangsa ini. Saya minta dikutuk oleh Allah, dan saya minta yang bilang begitu diberi petunjuk," ulang Gamawan lagi.
Melihat Gamawan yang emosi, hakim berusaha meredakannya. "Redakan dulu emosinya ya, pak," imbau hakim John. "Tidak, saya tidak emosi," elak Gamawan dengan nafas agak memburu.
Sidang break pada 12.30 WIB. Setelah break selama satu jam, Jaksa KPK Irene mencecar Gamawan soal proses audit BPK. Gamawan menjelaskan, proyek e-KTP sudah melalui tiga kali proses audit oleh BPK di tahun 2012 dan 2013.
"Ada dua poin, ada kelebihan pembayaran sekitar Rp 18 miliar, segera saya perintahkan untuk selesaikan. Lalu ada kelebihan Rp 62 Miliar, saya minta untuk diselesaikan. Sudah selesai," tutur Gamawan.
Setelah itu, kuasa hukum Irman dan Sugiharto, Soesilo Aribowo, meminta penjelasan Gamawan tak menerima uang dalam proyek itu.
"Nama saudara ada di urutan pertama penerima uang proyek e-KTP. Kira-kira hal apa yang bisa anda jelaskan di luar sumpah?" tanya Soesilo.
Gamawan mengaku sangat berhati-hati dalam menjalankan proyek ini. Dia bahkan sempat takut ketika diberikan tugas untuk menjalankan pengadaan e-KTP dan hendak melimpahkannya ke Kemenkeu.
"Karena saya orang baru di Jakarta, saya khawatir orang baru tiba-tiba harus memimpin (proyek e-KTP). Menteri sekaligus pengguna anggaran, ini tugas pokok," tutur Gamawan.
Saking berhati-hatinya, dia meminta KPK turut mengawal dan mengawasi jalannya proyek ini. "Saya bawa, saya presentasikan lagi ada nggak yang salah," tuturnya.
KPK kemudian memberi saran secara tertulis, mana yang bisa dilakukan. Ada 8 saran yang kemudian dijawab Irman selaku Dirjen. Menurutnya, dari delapan, hanya dua yang tidak dikerjakan karena terkendala anggaran.
Setahun proyek itu berjalan, diaudit BPK. Dinyatakan tak ada masalah. Maka proyek itu jalan terus. Tanggal 16 Agustus 2016, dia juga meminta BPKP mengauditnya. Kemudian setelah menandatangani pemenang tender, Gamawan kembali mengirim hasilnya ke KPK, BPK, Polri, dan Kejaksaan. Polri hanya menjawab terimakasih. BPK menjawab tidak melakukan pre audit. Sementara Kejaksaan dan KPK tak menjawab.
"Ini yang saya kaget dan sedih juga, kok kemudian tiba-tiba pak Giarto (Sugiarto) jadi tersangka. Di mana salahnya proyek ini. Kok tiba-tiba ada yang bilang saya menerima uang. Ke adik-adik saya juga. Ini kan sakit sayanya," keluh Gamawan.
Pukul 14.20 WIB, Gamawan selesai bersaksi. Namun, dia tak boleh langsung meninggalkan ruang sidang. Namun Gamawan diberi pilihan untuk tetap duduk bersama para terdakwa lain, atau di belakang saja. Gamawan memilih duduk di belakang barisan para saksi.
Namun, eks Sekjen Kemendagri Diah Anggraini yang bersaksi setelah Gamawan mengungkapkan, Andi Narogong alias Andi Agustinus pernah mengeluh pusing lantaran kerap dipalak Irman.
"Iya saya ingat, itu pernah dia jumpai saya setelah rapat. Dia bilang 'Bu pusing ini karena Pak Irman minta uang terus', katanya untuk pak menteri. Dia tunjukkan catatan kecil tapi saya tidak lanjut lihat lagi," ungkap Diah. Gamawan sendiri akhirnya duduk hingga sidang berakhir pukul 21.30 WIB.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai sikap Gamawan yang sumpah-sumpah sebagai sikap yang lebay alias berlebihan. Menurutnya, Gamawan seharusnya cukup menjawab apa yang ditanyakan oleh hakim.
"Hakim kan cuma tanya pernah terima duit atau tidak? Kan cukup dijawab iya atau tidak. Lha malah mengembara kemana-mana, maka jadi terkesan kalap," kata Boyamin kepada Rakyat Merdeka, semalam. Dengan begitu, justru di mata masyarakat, Gamawan seperti ketar-ketir dan berusaha membela diri mati-matian. *** [rmol]