Hari Ini, Miryam S Haryani Dikonfrontasi dengan Tiga Penyidik dalam Sidang E-KTP
[tajuk-indonesia.com] - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan verbal lisan antara Mantan anggota Komisi II DPR RI, Miryam S Haryani, dengan tiga penyidik KPK, Senin (27/3/2017).
Mereka akan dikonfrontasi terkait keterangan Miryam yang mengaku ditekan penyidik selama pemeriksaan.
"Rencananya jam 09.00 WIB. (Agendanya) Hanya itu saja," ujar Jaksa Irene kepada Kompas.com, Senin pagi.
Penyidik yang akan dihadirkan yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan Susanto.
Pada persidangan sebelumnya, Miryam mengaku tertekan terhadap sikap
penyidik sehingga terpaksa membuat kesaksian palsu dalam berita acara
pemeriksaan.
Jika diperlukan, akan diperlihatkan rekaman saat Miryam diperiksa.
Irene memastikan, ketiga oenyidik akan hadir. Namun, belum diketahui apakah Miryam akan memenuhi panggilan itu.
Termasuk kemungkinan apakah sidang bisa dilanjutkan jika Miryam tak hadir.
"Nanti kita lihat hakim gimana," kata Irene.
Majelis hakim dalam persidangan kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda
Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) menunda pemeriksaan Miryam sebagai
saksi.
Pada sidang sebelumnya, majelis hakim mengonfirmasi isi berita acara pemeriksaan (BAP) Miryam saat diperiksa di KPK.
Namun, Miryam membantah semua keterangan yang ia sampaikan soal pembagian uang.
Menurut dia, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang ke sejumlah
anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagaimana yang dia beberkan
sebelumnya kepada penyidik.
"Biar cepat saya keluar ruangan, terpaksa saya ngomong asal saja," kata Miryam.
Namun, majelis hakim merasa ada yang janggal terhadap bantahan Miryam.
Sebab, dalam BAP Miryam dapat menjelaskan secara rinci kronologi penerimaan uang dalam proyek e-KTP.
Bahkan, Miryam menyebut nama-nama anggota DPR lain yang ikut menerima suap.
Hakim akhirnya sepakat untuk verbal lisan atau mengkonfrontir keterangan Miryam dengan penyidik.
Dalam kasus ini, dua orang yang jadi terdakwa yaitu Mantan Direktur
Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan Mantan
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
Perbuatan keduanya diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun.[tn]