Pemerintah Jangan Takut Hadapi Freeport
[tajuk-indonesia.com] - Pemerintah Indonesia diminta tidak takut dan tunduk dengan ancaman Freeport yang akan membawa persoalan kontrak karya ke lembaga abitrase internasional, sebagaimana disampaikan Chief Executive Officer Freeport-McMoran Richard Adkerson.
Demikian disampaikan pengamat sumber daya alam yang juga dosen
Universitas Tarumanegara (Untar) Ahmad Redi dalam diskusi bertema 'Quo
Vadis Kebijakan Minerba Nasional Melalui Terbitnya Peraturan No. 1 Tahun
2017' di Hotel Sahid, Jakarta (Selasa, 21/2).
Menurutnya, kalau Freeport mengajukan gugatan arbitrase maka pemerintah tinggal mengikuti saja kemauan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Apalagi, selama ini, pemerintah sudah jungkir balik dan dihajar sana sini oleh semua pihak selama Freeporte beroperasi di Indonesia.
"PT Freeport Indonesia sudah terlalu dipermudah dalam operasinya selama kurang lebih 50 tahun. Kendati demikian, nyatanya Freeport tidak memberikan apresiasi kepada pemerintah. Bahkan terus meminta negosiasi hingga berniat melakukan arbitrase ke badan hukum internasional," jelas Ahmad.
Menurutnya, kalau Freeport mengajukan gugatan arbitrase maka pemerintah tinggal mengikuti saja kemauan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Apalagi, selama ini, pemerintah sudah jungkir balik dan dihajar sana sini oleh semua pihak selama Freeporte beroperasi di Indonesia.
"PT Freeport Indonesia sudah terlalu dipermudah dalam operasinya selama kurang lebih 50 tahun. Kendati demikian, nyatanya Freeport tidak memberikan apresiasi kepada pemerintah. Bahkan terus meminta negosiasi hingga berniat melakukan arbitrase ke badan hukum internasional," jelas Ahmad.
Seharusnya, kewajiban Freeport harus dipenuhi, seperti
pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter yang
merupakan amanat UU Minerba. Karena itu, tidak ada alasan untuk tidak
membangun smelter.
"Freeport, memang mereka bicara hanya kepentingan ekonominya saja. Seharusnya paradigma itu diubah, tambang itu harusnya tidak hanya untuk ekonomi tapi juga komoditas dasar untuk pembangunan nasional," kata Ahmad.
Dia juga menilai Peraturan Pemerintah Nomor 1/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba) bertentangan dengan konteks pembangunan nasional. Kalaupun Freeport tidak memperpanjang kontrak di Indonesia maka pemerintah melalui BUMN bisa mengelola perusahaan tambang tersebut bersama-sama.
"Jadi, sudah saatnya kita mengambil alih operasi di sana. Saya sependapat bahwa ada beberapa skema besar yang perlu diambil untuk mengelola di situ seperti BUMN, misalnya PT Bukit Asam, PT Timah, PT Antam, dan Inalum melalui holding pertambangan. Atau skema kedua bisa melalui perbankan, konsorsium BUMN-perbankan yang ambil di sana," jelas Ahmad.
Bahkan, apabila pemerintah memiliki kekurangan pendanaan, dia menyarankan agar pengelolaan Freeport bisa mensinergikan konsorsium bank-bank BUMN, seperti BRI atau Bank Mandiri. Sehingga, melalui konsorsium BUMN itu dapat menjadi pengelola di tambang Grasberg, Papua.
"Biarkan saja BUMN yang mengelola. Kita lanjutkan 2021, BUMN yang mengelolanya," tegasnya. [rmol]
"Freeport, memang mereka bicara hanya kepentingan ekonominya saja. Seharusnya paradigma itu diubah, tambang itu harusnya tidak hanya untuk ekonomi tapi juga komoditas dasar untuk pembangunan nasional," kata Ahmad.
Dia juga menilai Peraturan Pemerintah Nomor 1/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba) bertentangan dengan konteks pembangunan nasional. Kalaupun Freeport tidak memperpanjang kontrak di Indonesia maka pemerintah melalui BUMN bisa mengelola perusahaan tambang tersebut bersama-sama.
"Jadi, sudah saatnya kita mengambil alih operasi di sana. Saya sependapat bahwa ada beberapa skema besar yang perlu diambil untuk mengelola di situ seperti BUMN, misalnya PT Bukit Asam, PT Timah, PT Antam, dan Inalum melalui holding pertambangan. Atau skema kedua bisa melalui perbankan, konsorsium BUMN-perbankan yang ambil di sana," jelas Ahmad.
Bahkan, apabila pemerintah memiliki kekurangan pendanaan, dia menyarankan agar pengelolaan Freeport bisa mensinergikan konsorsium bank-bank BUMN, seperti BRI atau Bank Mandiri. Sehingga, melalui konsorsium BUMN itu dapat menjadi pengelola di tambang Grasberg, Papua.
"Biarkan saja BUMN yang mengelola. Kita lanjutkan 2021, BUMN yang mengelolanya," tegasnya. [rmol]