Pelanggaran Freeport Terhadap UU Minerba Sudah Tercium Sejak 2012
[tajuk-indonesia.com] - Dalam isu Freport Vs pemerintah, ada dua hal yang selama ini seolah bertentangan yaitu hukum isi kontrak dan hukum kedaulatan sebuah negara.
"Kita harus cerdik cari jalan keluar dalam waktu 120 hari negosiasi yang diatur UU sebelum ke pengadilan internasional. Harus cari jawabannya," kata anggota Komisi VII, Satya Wira Yudha, dalam diskusi "Republik Freeport" di Cikini, Jakarta, Sabtu (25/2).
Menghasilkan produk hukum merupakan kewajiban sebuah negara. Maka muncul UU 4/2009 tentang Minerba yang mengatur kewajiban investasi mineral dan batubara. Salah satunya, pemegang Kontrak Karya punya hak sepenuhnya sebelum masa akhir kontrak. Tidak ada kewajiban mengubah menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Tapi, hak itu diikat pasal 170 UU Minerba. Di
mana, pemegang KK harus melakukan pemurnian di dalam negeri sebelum
mengekspor ke luar. Hal itu dilakukan paling lama lima tahun setelah UU
diundangkan, yang artinya wajib sudah ada pada tahun 2014.
"Andai dua tahun lalu sudah dibangun pemurnian, maka tak akan ada masalah. Masalahnya pemerintah Indonesia di masa lalu pernah lakukan relaksasi pertama dan kedua kepada Freeport . Kepada DPR, pemerintah saat itu meyakinkan ada masalah ekonomi, pertumbuhan dan lain-lainnya. Kami sudah ingatkan potensi pelanggaran kontrak," jelas Satya.
Dia mengaatakan, pelanggaran terhadap UU Minerba sudah terjadi pada akhir 2014. Tapi, indikasi pelanggaran sudah tercium dari 2012 karena tidak mungkin pembangunan fasilitas pemurnian hasil tambang dilakukan dalam waktu cepat .
Satya menduga, setelah dua tahun lebih barulah Presiden Joko Widodo berpikir ada pelanggaran merujuk pada UU Minerba. Pemerintah pun mengeluarkan PP 1/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara bagi pemegang KK yang tidak membangun pemurnian.
"Di dalam PP itu, mereka punya kesempatan asal berubah dari KK menjadi IUPK. Ada keinginan pemerintah mencari jalan keluar tapi tidak disambut baik oleh investor. Semoga selama 120 hari negosiator-negosiator kita duduk bersama para investor untuk memadukan langkah," ujarnya. [rmol]
"Andai dua tahun lalu sudah dibangun pemurnian, maka tak akan ada masalah. Masalahnya pemerintah Indonesia di masa lalu pernah lakukan relaksasi pertama dan kedua kepada Freeport . Kepada DPR, pemerintah saat itu meyakinkan ada masalah ekonomi, pertumbuhan dan lain-lainnya. Kami sudah ingatkan potensi pelanggaran kontrak," jelas Satya.
Dia mengaatakan, pelanggaran terhadap UU Minerba sudah terjadi pada akhir 2014. Tapi, indikasi pelanggaran sudah tercium dari 2012 karena tidak mungkin pembangunan fasilitas pemurnian hasil tambang dilakukan dalam waktu cepat .
Satya menduga, setelah dua tahun lebih barulah Presiden Joko Widodo berpikir ada pelanggaran merujuk pada UU Minerba. Pemerintah pun mengeluarkan PP 1/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara bagi pemegang KK yang tidak membangun pemurnian.
"Di dalam PP itu, mereka punya kesempatan asal berubah dari KK menjadi IUPK. Ada keinginan pemerintah mencari jalan keluar tapi tidak disambut baik oleh investor. Semoga selama 120 hari negosiator-negosiator kita duduk bersama para investor untuk memadukan langkah," ujarnya. [rmol]