Mengalihkan Fokus Dakwaan


[tajukindonesia.net]       -       JAKSA Penuntut Umum (JPU) mendakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan dakwaan Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Dakwaan JPU dilakukan terhadap perkataan "dibohongi pakai Surah Al-Maidah 51", kemudian "dibodohin".

Ahok sesungguhnya membenarkan dan sama sekali tidak membantah telah mengatakan kata-kata tersebut.

Ahok dan para pengacaranya tentu saja tidak berani membuktikan bahwa Surah Al-Maidah ayat 51 sebagai suatu kebohongan, melainkan sebatas membuktikan adanya tafsir yang berbeda. Tafsir yang dianggapnya keliru.

Namun pengkeliruan tafsir mempunyai konsekuensi bahwa kitab suci bermakna bukanlah dasar yang benar sebagai pedoman untuk menganut suatu agama. Bahkan secara ekstrim diartikan adalah untuk apa menganut suatu agama, apabila kitab suci mengandung kekeliruan tafsir.

Menggoncang kebenaran suatu ayat bagian dari kitab suci Al Qur’an itu juga bermakna bahwa seseorang tidak perlu beragama, minimal memperlakukan kitab suci hanya bersifat khusus saja atas dasar latar belakang diturunkannya ayat tersebut.
Pada sisi lain, bantahan dakwaan terkesan dilakukan dengan maksud bahwa ulama pengkhotbah Surah Al Maidah ayat 51 merupakan lawan-lawan politik terhadap Ahok sebagai calon Gubernur. Ulama diyakini Ahok telah berpolitik dengan melakukan tindakan berbohong dan membodohi voters.

Oleh karena itu tidak mengherankan, apabila Ahok dan para pengacara berusaha, agar Majelis Hakim dan masyarakat secara luas, terutama voters meyakini bahwa saksi pelapor dan saksi ahli sebagai pembohong dan pembodoh voters. Telah dikonstruksikan saksi palsu. Saksi yang dilaporkan ke pengadilan.

Saksi palsu yang dibuktikan bukanlah mereka yang hadir dan menjadi korban pada acara sosialisasi panen ikan kerapu di kepulauan Seribu. Demonstrasi besar kemudian diabaikan sebagai korban.

Proses pembentukan fatwa MUI yang dipersoalkan dan dikesankan sebagai alat kebohongan dan pembodohan. Namun bantahan bukan untuk menggugurkan dakwaan bahwa Ahok sama sekali tidak terbukti pernah mengatakan "dibohongi pakai Surah Al-Maidah 51" dan  "dibodohin".

Selanjutnya Surat Dakwaan nomor register perkara idm 147/jkt.ut/12/201 terhadap Ahok  dipandang tidak cukup oleh Kemendagri untuk memberlakukan pemberhentian jabatan sebagai Gubernur, meskipun untuk bersifat sementara. Itu dimaksudkan untuk mempraktikkan ketentuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.

Argumentasi Kemendagri adalah Ahok sebagai terdakwa non aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta, karena Ahok sedang melaksanakan perintah Undang-Undang Pilkada untuk berkampanye. Ahok juga bukanlah sebagai terdakwa tertangkap tangan kasus tindak pidana korupsi.

Sabtu tanggal 11 Februari 2017 adalah hari terakhir masa kampanye Pilkada. Sejarah akan membuktikan apakah Kemendagri bertindak memberhentikan bersifat sementara jabatan Gubernur Ahok pada Minggu tanggal 12 Februari 2017.

Sejarah juga akan mencatat apakah praktik Undang-Undang Pemerintahan Daerah tidak diperlakukan sama sederajat dibandingkan Undang-Undang Pilkada. [***]

Sugiyono Madelan Peneliti INDEF dan Dosen Universitas Mercu Buana
[rmol]













Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :