Ahli Tambang Ini Ungkap Akal Bulus Freeport
[tajuk-indonesia.com] - Perselisihan antara Pemerintah Indonesia dan PT Freeport belakangan ini makin memanas.
Apalagi dengan keinginan pemerintah dalam negeri yang meminta PT Freeport melakukan divestasi saham sebanyak 51 persen kepada Indonesia.
Belum lagi beberapa pelanggaran perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu dengan tak mau taat pada undang-undang, misalnya membangun smelter dalam negeri.
“Freeport kenapa tidak mau membangun smelter dan (hasil tambangnya) dimurnikan dalam negeri itu karena memang dia tidak mau dikontrol,” kata Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada Fahmi Radhi dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/2).
Menurut Radhi, akan ada satu saat saham Freeport naik sangat tinggi. Dan saat itulah perusahaan asing tersebut melakukan aksi pengerukan emas secara besar-besaran.
Karena itu, lanjut dia, harus ada indikator yang digunakan soal
bagaimana menghitung jumlah emas yang diambil Freeport dari tanah air
Indonesia.
“Karena selama ini kita tidak tahu ya (berapa emas yang sudah diambil). Itu yang menyebabkan Freeport tidak mau membangun smelter tadi,” terangnya.
Radhi menilai, langkah Presiden Joko Widodo dan Menteri ESDM Ignatius Jonan untuk mendesak agar PT Freport mengubah status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), itu sudah tepat.
“Pak Jonan dan Pak Jokowi sudah benar. Harus tegas, apakah menggunakan KK ataukah IUPK dengan divestasi 51 persen harus terpenuhi,” imbuhnya.
Sekadar informasi, aturan mengenai divestasi saham tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sementara, komposisi pemegang saham PT Freeport Indonesia, yaitu 9,36 persen dimiliki oleh pemerintah, 9,36 persen oleh PT Indocopper Investama, dan 81,28 persen oleh Freeport-McMoran Copper and Gold Inc. [gema]
“Karena selama ini kita tidak tahu ya (berapa emas yang sudah diambil). Itu yang menyebabkan Freeport tidak mau membangun smelter tadi,” terangnya.
Radhi menilai, langkah Presiden Joko Widodo dan Menteri ESDM Ignatius Jonan untuk mendesak agar PT Freport mengubah status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), itu sudah tepat.
“Pak Jonan dan Pak Jokowi sudah benar. Harus tegas, apakah menggunakan KK ataukah IUPK dengan divestasi 51 persen harus terpenuhi,” imbuhnya.
Sekadar informasi, aturan mengenai divestasi saham tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sementara, komposisi pemegang saham PT Freeport Indonesia, yaitu 9,36 persen dimiliki oleh pemerintah, 9,36 persen oleh PT Indocopper Investama, dan 81,28 persen oleh Freeport-McMoran Copper and Gold Inc. [gema]