7 Kehebatan Soeharto Ini Pernah Membawa Indonesia Pada Masa Kejayaan
[tajukindonesia.net] - Sulit untuk tidak mengakui bahwa di era pemerintahan Soeharto, Indonesia berada pada masa-masa ‘kejayaan’. Apalagi kalau membandingkannya dengan realita hari ini.
Di tangan The Smiling General, reputasi Indonesia di mata dunia semakin
mencengkeram. Soeharto ‘membenahi’ dan merintis dengan rapi warisan
pemerintahan Soekarno. Menutupi borok-borok dan meredam aksi-aksi yang
dianggap mengganggu, tidak perlu atau bahkan mengancam keberlangsungan
hidup negeri ini. Mendoktrin dan menciptakan image sebagai seorang
pemimpin yang hebat dan nyaris tak ada cacat.
Ada kekuatan apa saja di balik tangan Soeharto? Kali ini Boombastis akan mengulasnya untuk Anda.
1. Memiliki Insting yang Kuat dan Strategi Jenius
Sebelum Soeharto membangun dan memimpin negeri ini, ia sudah mampu
membangun dan menaklukkan dirinya sendiri. Banyak spekulasi beredar
mengenai kemampuan ‘sakti’ Soeharto, terutama karena insting dan
strateginya yang jenius dan hampir tak terbantahkan.

Sejak menjadi kadet KNIL dan jenderal, Soeharto sudah mampu menunjukkan
kapasitas untuk membawa dirinya. Ada pula informasi yang menyebutkan
kalau Soeharto banyak melakukan renungan dan ‘tapa’ alias meditasi, yang
membuatnya mengerti hakekat hidup, sehingga akhirnya tidak hanya bisa
membawa diri, Soeharto pun didaulat untuk membawa kehidupan bangsa ini
menuju masa-masa ’emas’nya.
2. Sang Bapak Pembangunan
Pembangunan memang menjadi proyek yang mewarnai hari-hari pemerintahan
Soeharto. Nama kabinetnya adalah Kabinet Pembangunan, hingga 7 generasi
dan Soeharto dinyatakan lengser. Ia juga mendapatkan gelar Bapak
Pembangunan meski hal ini juga sempat menuai kontroversi.

Konsep Trilogi Pembangunan yang diusung Soeharto memang membawa bangsa
ini pada kejayaan berkali-kali. Sebut saja masa-masa di mana Indonesia
bisa mengalami Swasembada Beras, penekanan inflasi dari 650% hingga
menjadi 12% saja, pembangunan waduk-waduk dan banyak lagi. Intinya,
pembangunan besar dan kecil pada masa-masa itu ‘terasa nyata’ dibanding
hari ini.
3. Meredam Konflik dengan Malaysia
Soekarno mungkin terkenal dengan istilah ‘Ganyang Malaysia’, namun
Soeharto justru sebaliknya. Soeharto lebih memilih ‘merangkul’ saudara
serumpun Melayu Indonesia itu. Dengan kemampuannya berdiplomasi dengan
berwibawa, membuat seorang Mahathir Muhammad sampai menjatuhkan rasa
respek dan hutang budi padanya.

Indonesia dan Malaysia jadi tidak banyak ‘gontok-gontokan’ masalah
akuisisi budaya maupun wilayah seperti sekarang. Negeri kita ini bahkan
disebut sebagai The Big Brother di ASEAN di jaman Soeharto
4. Ibu Tien Soeharto
Wanita, adalah salah satu kekuatan di muka bumi ini yang mampu
menguatkan ataupun menggulingkan sebuah dinasti atau kekuasaan.
Indonesia juga pernah punya, dan dia adalah Ibu Tien Soeharto. Wanita
murah senyum dan kharismatik yang sangat dicintai rakyatnya,
sampai-sampai di akhir hayatnya, rakyat ikut melepaskan kepergiannya dan
berduka berhari-hari.

Soeharto memang merupakan seorang jenderal yang gagah dan gahar, dan Ibu
Tien Soeharto menjadi salah satu ‘kekuatan’ istimewa yang dimiliki
Soeharto. Konon wanita bernama asli Raden Ayu Siti Hartinah ini memiliki
‘anugerah’ yang mampu menggiring siapapun di sisinya, pada masa
kejayaan. Tanpa banyak penjelasan, siapapun yang merasakan era Soeharto
mungkin bisa memahami hal ini. Sedangkan ketika Ibu Tien Berpulang,
konon Soeharto pun perlahan-lahan mengalami kemunduran hingga akhirnya
dilengserkan.
5. Belenggu Terhadap Media
Terdengar jahat ya? Namun di sisi yang lain, hal ini mampu meredam
berbagai keadaan dan membangun citra tentang negara yang aman dan
pemimpin yang berwibawa tanpa cela. Saat itu tidak ada media satupun
yang berani mengkritik pemerintah.

Masih ada lho yang membandingkan kebijakan hari itu dengan ‘kebebasan
berekspresi’ media dan masyarakat hari ini. Terutama saat gerah dengan
‘ungkapan kebencian’ yang tidak pada tempatnya dan hanya menimbulkan
konflik. Di jaman Soeharto, mungkin yang begini ini sudah ‘dilenyapkan’.
6. Petrus Alias Penembakan Misterius
Masih berhubungan dengan ‘melenyapkan’ oknum yang meresahkan di masa
Soeharto, The Smiling General ini memiliki sebuah operasi rahasia
bernama Petrus atau ada juga yang menyebutnya Operasi Clurit. Operasi
ini dilakukan untuk mengontrol keamanan yang carut marut saat itu.

Siapapun yang dianggap menjadi biang kerok akan di-dor, khususnya
wilayah Jakarta dan Jawa Tengah. Korban yang ditembak atau ditemukan
meninggal begitu saja keesokan harinya, pada akhirnya memang terbukti
sebagai orang-orang yang memiliki catatan masalah. Dan pelaku Petrus
sendiri selalu misterius.
Kebijakan ini memang menuai pro dan kontra hingga ke ranah
internasional. Namun kebijakan ini sendiri dilakukan bukan secara
mentah-mentah. Dalam penjelasannya Soeharto menjelaskan,
“Tindakan tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi, kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan.. dor.. dor.. begitu saja, bukan! Yang melawan, mau tidak mau, harus ditembak. Karena melawan, mereka ditembak. Lalu, ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Ini supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan itu. Maka, kemudian meredalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu.“
7. Menyederhanakan Kehidupan Berpolitik
Jaman sekarang ada banyak sekali partai yang populer berkembang, hingga
yang minor. Namun di jaman Soeharto hanya dikenal 3 partai politik saja
yaitu GOLKAR, PDI dan PPP. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan
kehidupan berpolitik di Indonesia.

Karena sistem sebelumnya yang dikenal dengan multipartai di era
Soekarno, dianggap membuat pembangunan mandek dan kabinet mengalami
jatuh bangun. Namun pada akhirnya kebijakan ini menimbulkan kritik dan
konspirasi politik yang ditandai dengan peristiwa tidak menyenangkan di
kalangan masyarakat.
Akhir kehebatan Soeharto memang bagai ungkapan ‘karena nila setitik, rusak susu sebelanga’.
Ada banyak kehebatannya, namun tidak sedikit pula kritik untuk masa
pemerintahan Orde Baru tersebut. Indonesia yang saat itu digadang-gadang
aman, damai, makmur dan tentram seolah menjadi fatamorgana. Meski
begitu, masih ada juga yang ‘kangen’ dengan apiknya riwayat Indonesia di
masa itu. [bombastis]