Ssst...Sidang Dahlan Semakin Menarik
[tajukindonesia.net] Jalannya persidangan kasus
dugaan korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim semakin menarik.
Dalam sidang lanjutan, kemarin, pengacara Dahlan Iskan meradang. Sebab, mereka
menemukan indikasi jaksa sengaja menyembunyikan barang bukti. Yakni, dokumen
yang mereka anggap penting berupa keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS).
Dokumen RUPS yang dianggap
sengaja disembunyikan itu adalah RUPS pada 2001 dan 23 Mei 2002. Fakta itu
terungkap ketika pengacara Dahlan Iskan bertanya kepada saksi Syamsuddin. Dia
merupakan PNS Pemprov Jatim yang pernah menjadi Kasubbag Sengketa Hukum di biro
hukum pada 1999�"2005.
Saat itu, pengacara Dahlan Iskan, Agus Dwi
Warsono, menanyakan berita acara pemeriksaan Syamsuddin di Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jatim. Dalam poin 24, Syamsuddin ternyata pernah ditunjukkan oleh penyidik
tentang dokumen RUPS 2001 dan 23 Mei 2002.
"Apakah saksi saat diperiksa itu ditunjukkan
dan melihat sendiri dokumen RUPS tersebut?" tanya Agus. Syamsuddin
menjawab iya. Sontak jawaban itu membuat Agus meradang.
Pengacara yang tergabung dalam kantor hukum Yusril
Ihza Mahendra tersebut langsung meminta izin kepada majelis hakim untuk
menyampaikan keberatannya.
"Mohon izin Yang Mulia, kami menyampaikan
keberatan. Dalam sidang sebelumnya (Jumat, 20 Januari 2017), jaksa penuntut
umum mengaku tidak memiliki dokumen RUPS 23 Mei 2002," ujarnya. Menurut
Agus, saat itu, ketika pemeriksaan barang bukti di hadapan majelis hakim, JPU
mengaku hanya memiliki dokumen RUPS luar biasa (LB) September 2003. Mereka
tidak memiliki dokumen RUPS lainnya.
Dalam persidangan sebelumnya, JPU memang berupaya
menyudutkan Dahlan melalui dokumen RUPS LB September 2003. Menurut jaksa,
dokumen itu menunjukkan RUPS LB yang mengizinkan pelepasan aset di Tulungagung
setelah adanya penerimaan uang dari pembeli aset. PT PWU memang menerima uang
dari calon pembeli sebagai jaminan pada sekitar Agustus 2003.
Nah, versi Dahlan Iskan, RUPS LB hanyalah bersifat
pengesahan atas aset yang dijual. Izin terhadap pelepasan aset diputuskan dalam
RUPS-RUPS sebelumnya, yakni 2001 dan 23 Mei 2002. Namun, pihak Dahlan tidak
bisa mendapatkan dokumen RUPS-RUPS itu. Ternyata, dokumen itu sudah disita
jaksa dan berusaha disembunyikan saat persidangan.
Hakim sempat menanyakan kepada tim kuasa hukum
Dahlan apakah mengantongi bukti RUPS tersebut. Agus menjawab tidak memiliki.
"Kami minim bukti, Yang Mulia. Sebab, semuanya sudah disita oleh
penyidik," ujarnya.
Menurut kuasa hukum Dahlan, Mursyid Murdiantoro,
tidak mungkin kliennya membawa dokumen RUPS. Sebab, dokumen itu memang harus
disimpan oleh PT PWU. Apalagi Dahlan sudah lama mundur dari PT PWU. Tepatnya
sejak 2009, ketika Dahlan dipercaya menjadi Dirut PLN. "Jauh sebelum itu,
Pak Dahlan juga tidak banyak aktif di PWU karena harus menghadapi transplantasi
hati ke luar negeri," ujar Mursyid.
Hakim akhirnya meminta dokumen RUPS tersebut
disertakan sebagai barang bukti. "Diajukan saja ya dokumennya itu. Kalau
pihak kuasa hukum ada, juga sertakan. Tidak masalah. Nanti kami yang
menilai," ujar ketua majelis hakim Tahsin.
Ditemui setelah persidangan, jaksa Trimo dan Lilik
Indawati ngotot bahwa mereka tidak memiliki barang bukti RUPS 23 Mei 2002.
Ketika ditanya wartawan mengenai penyidik kejati yang bisa menunjukkan dokumen
tersebut saat pemeriksaan saksi, Lilik menjawab itu hanya fotokopian.
Jawaban Lilik itu tetap tidak bisa diterima kuasa
hukum Dahlan. Agus mengatakan, jaksa mungkin lupa bahwa sejumlah dokumen yang
dijadikan bukti dalam persidangan Dahlan Iskan juga berupa fotokopian yang
dilegalisasi. Artinya, tidak ada alasan apakah dokumen tersebut fotokopian atau
asli, tetap harus dihadirkan untuk membuktikan kebenaran materiil.
Seusai sidang, Agus mengatakan ada dua poin
penting dalam persidangan kliennya. Pertama, jaksa yang kedapatan sengaja
menyembunyikan barang bukti penting. "Soal itu sepertinya jaksa hanya
ingin membuktikan dakwaannya benar, bukan kebenaran materiil," ujarnya.
Yang kedua, Agus menganggap fakta persidangan
mengungkapkan bahwa aset PT PWU tidak bisa dikategorikan sebagai barang daerah.
Hal tersebut terungkap dari keterangan saksi dari Pemprov Jatim yang
menerangkan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (Kepmendagri dan
Otoda) No 11/2001. Dalam aturan itu, uang dan surat berharga tidak
dikategorikan sebagai barang daerah. [rm]