Sakral ! 43 tahun Peristiwa MALARI 1974, Ratusan Aktivis Hadiri Peringatannya
[tajukindonesia.net] Lebih dari dua ratus
aktivis menghadiri acara 17 Tahun Indemo dan peringatan 43 Tahun Peristiwa
Malari 1974 dalam sebuah diskusi bertajuk "Menyikapi Perubahan,
Kebangkitan Populisme" yang digelar Mawar Conference, Balai Kartini,
Minggu (15/1).
Aktivis yang datang
berasal dari aktivis Pro Demokrasi (Prodem) dan sejumlah anggota dewan. Mereka
antara lain Bursah Zarnubi, Egi Sudjana, M Misbakhun, dan Benny K Harman.
Acara dibuka melalui orasi politik Direktur
Indonesia Democracy Monitor (Indemo) Hariman Siregar. Kemudian ditampilkan
pentas monolog dari Mata Art Community dengan judul "Ingkar Janji"
yang menceritakan nasib rakyat Indonesia.
Dalam adegan monolog itu, seorang lelaki
berpakaian kemeja merah dikelilingi empat lelaki yang seluruh tubuhnya dicat
warna perak muda, bernarasi bahwa penguasa yang berjanji menyejahterakan
rakyat justru menyengsarakan rakyat.
"Harga daging yang mahal, harga cabe keriting
melonjak tinggi. Duhai pemimpin, rakyat memilihmu tapi puluhan tahun bekerja
gaji tak naik-naik tapi kebutuhan pokok naik tak terkendali," kata lelaki
berkemeja merah.
Diskusi lintas generasi langsung dimulai begitu
orasi politik dan monolog tersebut selesai. Pembicaranya antara lain Soeripto
JS dari Soeripto Centre, DR. B. Herry Priyono dari STF Driyarkara, Yudi Latif
dari Reform Institute, dan Faisal Basri sebagai pengamat Ekonomi UI.
Soecipto pada diskusi menyajikan tema "Arah
Perubahan Dunia: Nasionalis Populis dari Sudut Pandang GeoPOlitik dan
GeoStrategi). Herry Priyono membahas "Arah Perubahan Ekonomi Dunia Tren
Nasionalis Populis: Pasca-Brexit dan Kemenangan Trump.
Yudi Latif membahas masalah "Ketahanan Budaya
dan Ideologi Indonesia". Sedangkan Faisal Basri menyajikan bahasan
mengenai "Trend Nasionalis Populis dan Implikasi Terhadap Ekonomi
Indonesia". [rm]