Mekanisme Rekrutmen Hakim MK oleh DPR, Presiden Dan MA Dipertanyakan
[tajukindonesia.net] - Mekanisme rekrutmen Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan oleh eksekutif, legislatif dan Yudikatif dipertanyakan. Sebab kasus dugaan suap yang menyeret Hakim Konstitusi kembali berulang.
Mantan Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki menjelaskan syarat untuk menjadi Hakim MK sangat berat. Calon Hakim MK harus memiliki integritas, tidak memiliki catatan kepribadian yang tercela dan negarawan.
Meski syarat tersebut terbilang berat, masih saja ada hakim MK yang terjerat kasus dugaan suap.
Suparman menduga, mekanisme rekrutmen Hakim MK yang tidak seragam membuat calon hakim MK masuk tanpa proses seleksi.
"Mekanisme itu mutlak harus diperbaiki untuk bisa menjaring orang yang memenuhi persyaratan," ujarnya saat diskusi dengan topik "Lagi, Korupsi di Mahkamah Konstitusi?" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1).
Suparman menilai, membuat keseragaman dalam mekanisme rekrutmen hakim MK oleh tiga lembaga bisa dilakukan dengan merevisi UU MK. Namun hal ini harus disepakati oleh ketiga lembaga tersebut.
"Jadi harus revisi UU MK, dan harus ada kemauan dari tiga lembaga ini. Susahnya kita ini tak mau jujur, ada saja yang mengisahkan agenda di kepala, itu masalahnya. Nanti kalau kita kirim orang seperti syarat itu, nggak bisa berunding kita," ujarnya.
Di kesempatan yang sama Anggota Komisi III DPR RI Saiful Bahri Ruray mengakui, mekanisme rekrutmen oleh DPR RI menjadi sebuah permasalahan yang perlu ditindaklanjuti.
Menurutnya kata "ditetapkan oleh" dalam Pasal 24 C UUD 1945 masih dalam perdebatan.
"Persoalan Dari dan Oleh itu belum selesai. Karena Komisi III DPR itu berangapan dipilih oleh DPR itu dari internal kita, padahal yang kategori orang berintriitas, berkarakter tidak harus anggota legislatif," ujarnya.
Menurutnya tidak adanya keseragaman dalam mekanisme rekrutmen hakim MK membuat, DPR, Presiden dan Mahkamah Agung punya cara masing-masing.
"Makanya perlu ada format rekrutmen yang mengikat. Kalau tidak ada mekanisme yang seragam, masing-masing lembaga akan suka-suka sendiri," pungkas Saiful Bahri.
Sebagaimana diketahui sembilan anggota MK, masing-masing tiga berasal dari DPR, MA dan Presiden. [rmol]
Suparman menilai, membuat keseragaman dalam mekanisme rekrutmen hakim MK oleh tiga lembaga bisa dilakukan dengan merevisi UU MK. Namun hal ini harus disepakati oleh ketiga lembaga tersebut.
"Jadi harus revisi UU MK, dan harus ada kemauan dari tiga lembaga ini. Susahnya kita ini tak mau jujur, ada saja yang mengisahkan agenda di kepala, itu masalahnya. Nanti kalau kita kirim orang seperti syarat itu, nggak bisa berunding kita," ujarnya.
Di kesempatan yang sama Anggota Komisi III DPR RI Saiful Bahri Ruray mengakui, mekanisme rekrutmen oleh DPR RI menjadi sebuah permasalahan yang perlu ditindaklanjuti.
Menurutnya kata "ditetapkan oleh" dalam Pasal 24 C UUD 1945 masih dalam perdebatan.
"Persoalan Dari dan Oleh itu belum selesai. Karena Komisi III DPR itu berangapan dipilih oleh DPR itu dari internal kita, padahal yang kategori orang berintriitas, berkarakter tidak harus anggota legislatif," ujarnya.
Menurutnya tidak adanya keseragaman dalam mekanisme rekrutmen hakim MK membuat, DPR, Presiden dan Mahkamah Agung punya cara masing-masing.
"Makanya perlu ada format rekrutmen yang mengikat. Kalau tidak ada mekanisme yang seragam, masing-masing lembaga akan suka-suka sendiri," pungkas Saiful Bahri.
Sebagaimana diketahui sembilan anggota MK, masing-masing tiga berasal dari DPR, MA dan Presiden. [rmol]