Belum Dieksekusi, Ini Jejak PNS 'Ratu Penyelundup BBM'
[tajukindonesia.net] PNS Batam, Niwen Khairiah, boleh bebas dari palu Achmad Setyo Pudjoharsoyo dkk. Tapi di tangan Artidjo dkk, Niwen dihukum 10 tahun penjara. Namun apa nyana, Niwen belum dieksekusi hingga hari ini.
Berikut perjalanan PNS yang memiliki lalu lintas rekening mencapai Rp 1,3 triliun sebagaimana dirangkum detikcom, Selasa 24/1/2017):
1999-2002
Niwen bekerja di bank.
2003
Niwen diterima sebagai PNS di Pemkot Batam.
2005
PT Lautan Terang mulai bergerak di bidang sarana transportasi laut, khususnya oil tanker.
2007
Perusahaan itu menjadi rekanan Pertamina.
2009
Niwen bersama suaminya mendirikan toko Bakery Nayadam. Penghasilan dari bisnis itu dari Rp 80 juta hingga Rp 100 juta per bulan.
PT Lautan Terang mengantongi izin lagi dari Pertamina guna melakukan pengisian BBM di tengah laut.
2010
Niwen menduduki jabatan Kasubbag Program dan Evaluasi Badan Penanaman Modal Kota Batam.
Di tahun yang sama, Niwen bersama suaminya mendirikan PT Putra Serayu Valasindo yang begerak dalam bidang jual beli mata uang asing.
2013
Niwen menduduki posisi Kepala Seksi Kerja sama Luar Negeri Badan Penanaman Modal Kota Batam. Ia mendapatkan gaji Rp 10 jutaan per bulan.
Niwen juga ikut bisnis MLM dengan pendapatan Rp 14 juta hingga Rp 60 juta per bulan.
2008-2013
Lalu lintas uang di rekening Niwen ratusan miliar rupiah. Hal itu mengundang kecurigaan PPATK. Selidik punya selidik, uang tersebut hasil kejahatan penjualan BBM subsidi ke Malaysia dan Singapura.
Penyelundupan BBM bersubsidi itu berjalan bertahun-tahun dengan melibatkan banyak pihak, dari pejabat Pertamina hingga aparat militer. Setiap kapal tanker yang membawa BBM bersubsidi, dibocorkan ke tangker lain yang kemudian dijual ke negara tetangga.
29 Agustus 2014
Polri membongkar skandal lintas negara itu. Polisi menyita belasan rumah, puluhan tanah, kendaraan bergerak dan uang di bank. Nilainya puluhan miliar rupiah.
"Pasokan (Pertamina-red) dulu ke sini 400 ton per hari. Setelah kami lakukan penindakan, hanya 200 ton. Jadi selama ini 200 ton dicolong orang," kata Kapolda Kepri Brigjen Arman Depari kala itu.
25 Maret 2015
Pengadilan Tipikor Pekanbaru mulai mengadili perkara itu. Duduk sebagai terdakwa lima orang, yaitu:
1. PNS Pemkot Batam, Niwen Khairiah.
2. Pegawai Pertamina, Yusri.
3. Pegawai lepas di kesatuan TNI AL, Arifin Achmad.
4. Danun.
5. Kakak Niwen, Achmad Machbub.
11 Juni 2015
Ketua majelis AS Pudjoharsoyo dengan anggota Isnurul dan Hendri menjatuhkan vonis:
1. Niwen divonis bebas.
2. Yusri divonis bebas.
3. Arifin Achmad divonis bebas.
4. Danun dihukum 4 tahun penjara.
5. Achmad Machbub dihukum 4 tahun penjara.
17 Februari 2016
Mahkamah Agung (MA) menganulir vonis di atas. Majelis kasasi yang terdiri dari Artidjo Alkostar, MS Lumme dan Prof Dr Abdul Latief menjatuhkan hukuman:
1. Niwen dihukum 10 tahun penjara Niwen dan wajib mengembalikan uang sebesar Rp 6,6 miliar. Bila tidak mengembalikan, diganti 5 tahun penjara.
2. Yusri dari vonis bebas menjadi dihukum 15 tahun penjara.
3. Dunun dari 4 tahun penjara menjadi dihukum 17 tahun penjara dan diwajibkan pula membayar uang pengganti sebesar Rp 72.452.269.000.
4. Machbub dari divonis 4 tahun penjara menjadi dihukum 17 tahun penjara.
Desember 2016
Mahkamah Agung menyodorkan nama Pudjoharsoyo ke Presiden Joko Widodo untuk disetujui menjadi Sekretaris Mahkamah Agung.
24 Januari 2017
Jaksa Agung HM Presetyo belum mendapatkan laporan perkara Niwen dkk, termasuk laporan eksekusi kawanan penyelundup itu.
"Saya belum mendapat laporan dari Kajati Kepri tentang hal itu (putusan kasasi Niwen dan eksekusinya-red). Yang pasti keputusan MA tersebut dapat dimaknai sebagai pertanda bertiupnya angin segar penegakkan hukum khususnya pemberantasan korupsi," kata Jaksa Agung HM Prasetyo. [dnws]