Arti demokrasi menurut Kapolri
[tajukindonesia.net] - Demokrasi, menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, berarti kebebasan yang memiliki batas dan aturan, sehingga demokrasi tidak bisa diartikan sebagai kebebasan mutlak.
"Absolute Freedom. Ini tidak boleh," ungkap Kapolri dalam acara Pelantikan Pengurus ProDEM di Hotel Acacia Jakarta, kemarin.
Tito menyinggung kasus dugaan makar yang melibatkan sejumlah orang aktivis politik pada 2 Desember 2016 silam. Ketika itu, 11 tokoh dan aktivis ditangkap di beberapa tempat dalam waktu yang hampir bersamaan, karena diduga terlibat upaya makar. Tujuh orang tersangka makar, yakni Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri, dan Ahmad Dhani yang menjadi tersangka penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo. Sementara tiga lainnya, yakni Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar ditahan di Polda Metro Jaya. Ketiganya dijerat dengan UU ITE dan juga Pasal 107 Jo Pasal 110 KUHP tentang Makar dan Pemufakatan Jahat.
Menurut Tito, Polri tidak pernah melarang adanya diskusi dan kritik terhadap pemerintah. Namun, kata Tito, yang tidak boleh adalah berdiskusi dan mengumpulkan massa untuk bertujuan melakukan gerakan aksi dan menumbangkan pemerintah dengan cara inkonstitusional.
"Silakan berdiskusi mau ngomong apa saja boleh selama itu sifatnya kritik dan bergerak melalukan gerakan-gerakan konsistusional, silakan karena itu hak berpendapat dan berekspresi," terang Kapolri.
Tapi, kata dia, kalau berkumpul dan mengajak masyarakat untuk ramai-ramai demo, ke DPR dan memaksa anggota dewan menggelar sidang istimewa untuk menjatuhkan pemerintah dan akan melakukan makar itu dilarang.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu menilai jika penggulingan sebuah rezim kekuasaan dilakukan dengan cara-cara yang inkonstitusional, justru akan membuat rekam jejak yang buruk bagi Indonesia. "Lama-lama Indonesia akan seperti Amerika Latin," kata dia. [rms]
Menurut Tito, Polri tidak pernah melarang adanya diskusi dan kritik terhadap pemerintah. Namun, kata Tito, yang tidak boleh adalah berdiskusi dan mengumpulkan massa untuk bertujuan melakukan gerakan aksi dan menumbangkan pemerintah dengan cara inkonstitusional.
"Silakan berdiskusi mau ngomong apa saja boleh selama itu sifatnya kritik dan bergerak melalukan gerakan-gerakan konsistusional, silakan karena itu hak berpendapat dan berekspresi," terang Kapolri.
Tapi, kata dia, kalau berkumpul dan mengajak masyarakat untuk ramai-ramai demo, ke DPR dan memaksa anggota dewan menggelar sidang istimewa untuk menjatuhkan pemerintah dan akan melakukan makar itu dilarang.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu menilai jika penggulingan sebuah rezim kekuasaan dilakukan dengan cara-cara yang inkonstitusional, justru akan membuat rekam jejak yang buruk bagi Indonesia. "Lama-lama Indonesia akan seperti Amerika Latin," kata dia. [rms]