Apa Relevansi Calon Anggota KPU Dan Bawaslu Dengan FPI?
[tajukindonesia.net] - Tim Seleksi (Timsel) calon Anggota KPU dan Bawaslu dalam melaksanakan tugasnya hendaknya fokus menilai kompetensi para calon berdasarkan ketentuan yang diatur UU. Hal-hal yang sekiranya tidak relevan dengan pemenuhan syarat calon anggota sebaiknya tidak dijadikan sebagai dasar untuk meloloskan atau tidak.
"Saya kira hal ini penting diingatkan, sebab di dalam proses seleksi terdapat sejumlah hal yang menurut saya agak janggal diajukan oleh Tim Seleksi kepada calon penyelenggara Pemilu," kata pengamat politik Said Salahuddin, Kamis (26/1).
Pertama, terkait dengan materi soal yang diberikan kepada peserta. Pada saat dilakukan tes tertulis, ada informasi calon diberikan pertanyaan yang tidak relevan diajukan untuk mengukur kapasitas calon. Misalnya, ada pertanyaan yang terkait dengan letak Indonesia secara geografis dengan koordinat lintang utara, lintang selatan, lintang barat, dan seterusnya.
"Soal-soal yang demikian tentu tidak relevan diajukan kepada calon, sebab materi tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan tugas-tugas penyelenggara Pemilu," ujar Said Salahuddin.
Menurutnya, yang diminta oleh UU untuk diuji oleh Timsel kepada para calon adalah terkait dengan pengetahuan dan keahlian di bidang penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu, bukan penguasaan tentang ilmu geografi.
"Kalau soal yang seperti itu kan belum tentu dikuasi semua calon, sebab materi yang dipelajari atau dipersiapkan calon sebelum tes lazimnya terkait dengan ilmu politik, hukum tata negara, manajemen, dan teknis kepemiluan," papar Said Salahuddin.
Kedua, terkait dengan materi yang diajukan oleh Timsel pada saat wawancara. Said Salahuddin melihat ada pertanyaan yang tidak memiliki relevansi, apalagi urgensi untuk ditanyakan kepada calon penyelenggara Pemilu. Contohnya, ada pertanyaan terkait rekam jejak dari salah satu calon yang disebut pernah aktif pada salah satu ormas keagamaan, yaitu Front Pembela Islam (FPI).
"Ini maksudnya apa sampai Tim Seleksi merasa perlu menanyakan hal itu secara khusus kepada calon? Apa relevansinya klarifikasi yang diminta dengan pemenuhan syarat calon Anggota KPU dan Bawaslu? Apa ada larangan calon itu tidak boleh berasal dari ormas tertentu? Ini saya kira penting untuk dijelaskan oleh Tim Seleksi agar tidak menimbulkan kebingungan," ungkap Said Salahuddin.
Helas Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Indonesia ini, kalau kepada semua peserta tanpa terkecuali diminta untuk memberikan klarifikasi tentang latar belakang organisasi mereka masing-masing, itu tentu tidak jadi masalah. Tetapi kalau hanya kepada calon tertentu, maka cara seleksi yang demikian tidak benar. Selain beraroma diskriminasi, juga tidak relevan dengan pemenuhan syarat anggota penyelenggara Pemilu.
Jelas Said Salahuddin, lain ceritanya jika yang diminta Timsel untuk diklarifikasi oleh calon terkait keterlibatannya dengan organisasi terlarang seperti PKI, misalnya. Itu tentu harus ditanyakan, sebab salah satu syarat calon Anggota KPU dan Bawaslu adalah setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Oleh sebab itu, lanjut dia, apabila ada calon Anggota KPU dan Bawaslu yang dianggap oleh Timsel kurang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan pemenuhan syarat anggota penyelenggara Pemilu, maka tidak semestinya calon bersangkutan langsung divonis tidak cakap dan dicoret sebagai calon.
"Begitupun dengan latar belakang organisasi calon. Tidak boleh keterlibatan calon di suatu organisasi manapun, sepanjang tidak dinyatakan oleh negara sebagai organisasi terlarang, menjadi pertimbangan Tim Seleksi untuk meloloskan atau mencoret calon," demikian Said Salahuddin seperti dilansir dari laman facebooknya. [rmol]
"Ini maksudnya apa sampai Tim Seleksi merasa perlu menanyakan hal itu secara khusus kepada calon? Apa relevansinya klarifikasi yang diminta dengan pemenuhan syarat calon Anggota KPU dan Bawaslu? Apa ada larangan calon itu tidak boleh berasal dari ormas tertentu? Ini saya kira penting untuk dijelaskan oleh Tim Seleksi agar tidak menimbulkan kebingungan," ungkap Said Salahuddin.
Helas Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Indonesia ini, kalau kepada semua peserta tanpa terkecuali diminta untuk memberikan klarifikasi tentang latar belakang organisasi mereka masing-masing, itu tentu tidak jadi masalah. Tetapi kalau hanya kepada calon tertentu, maka cara seleksi yang demikian tidak benar. Selain beraroma diskriminasi, juga tidak relevan dengan pemenuhan syarat anggota penyelenggara Pemilu.
Jelas Said Salahuddin, lain ceritanya jika yang diminta Timsel untuk diklarifikasi oleh calon terkait keterlibatannya dengan organisasi terlarang seperti PKI, misalnya. Itu tentu harus ditanyakan, sebab salah satu syarat calon Anggota KPU dan Bawaslu adalah setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Oleh sebab itu, lanjut dia, apabila ada calon Anggota KPU dan Bawaslu yang dianggap oleh Timsel kurang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan pemenuhan syarat anggota penyelenggara Pemilu, maka tidak semestinya calon bersangkutan langsung divonis tidak cakap dan dicoret sebagai calon.
"Begitupun dengan latar belakang organisasi calon. Tidak boleh keterlibatan calon di suatu organisasi manapun, sepanjang tidak dinyatakan oleh negara sebagai organisasi terlarang, menjadi pertimbangan Tim Seleksi untuk meloloskan atau mencoret calon," demikian Said Salahuddin seperti dilansir dari laman facebooknya. [rmol]