JPS Minta Mendagri Agar Tidak Istimewakan Ahok


[tajukindonesia.net]     -     Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) Mohammad Syaiful Jihad meminta, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tidak mengistimewakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Meski sudah menyandang status terdakwa kasus penistaan agama, Mendagri belum memberhentikan Ahok.

Syaiful menilai, Mendagri sudah selayaknya memberhentikan sementara Ahok lantaran dia terjerat kasus yang ancaman hukumannya lebih dari lima tahun.

"Ancaman hukuman kasus Ahok lebih dari lima tahun, maka seharusnya Ahok diberhentikan sementara sebagai gubernur. Kami meminta Mendagri tidak mengistimewakan Ahok," kata Syaiful melalui siaran persnya, Minggu (25/12/2016).

Ia mengungkapkan, dasar pemberhentian sementara Ahok yakni UU‎ Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 83 ayat 1.

Di situ disebutkan bahwa, kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukakan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat selama lima tahun, tindakan pidana korupsi, tindakan pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemudian pada ayat 2, lanjut Syaiful, disebutkan bahwa, kepala daerah dan wakil kepala daerah yang jadi terdakwa sebagaimana ayat 1, diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.‎

Karena itu, Syaiful menyesalkan sikap Mendagri yang hingga kini belum memberhentikan sementara Ahok dengan alasan yang mengada-ada, yaitu menunggu informasi nomor registrasi perkara Ahok dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan menunggu selesainya cuti kampanye Ahok sebagai calon gubernur DKI.

"Mendagri tidak perlu menunggu surat dari PN Jakarta Utara yang menginformasikan nomor register perkara Ahok karena persidangan yang terbuka untuk umum sudah dua kali digelar," ujar Syaiful.

Menurut dia, sudah menjadi pengetahuan umum yang tersebar di media massa bahwa Nomor Register Perkara Pidana Ahok adalah 1537/PidB/2016/PNJktutr.

"Di zaman modern dan terbuka ini Mendagri jangan bersikap lamban dengan mengandalkan pola komunikasi zaman dulu," terang Syaiful.

Dia membeberkan, norma dalam pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 mengatur bahwa kepala daerah diberhentikan sementara bukan setelah diketahuinya nomor register perkara pidana tetapi setelah dia ditetapkan sebagai terdakwa.

"Alasan pemberhentian Ahok harus menunggu selesainya cuti kampanye sangat tidak tepat. Logikanya sederhana sekali, kepala daerah aktif yang menjadi terdakwa saja harus langsung diberhentikan, apalagi kepala daerah yang memang sudah menjalani cuti. Tidak ada dasar hukum dan tidak ada logikanya pemberhentian kepala daerah harus menunggu selesainya masa cuti kampanye," tegas Syaiful.(ts)









Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :