"Jokowi Bisa Dituduh Tak Mau Tindak Lanjuti Kasus Munir" Begitu Ungkap Mantan Anggota TPF
[tajukindonesia.com] - Mantan anggota tim pencari fakta (TPF) kasus kematian Munir, Hendardi, menilai Presiden Joko Widodo bisa dianggap sengaja menutup-nutupi kasus Munir.
Sebab, ia melihat tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk mencari dokumen akhir hasil kerja TPF.
Dokumen itu diserahkan TPF kepada Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat sebagai presiden pada 2005 lalu. Namun, SBY tidak mengumumkan dokumen itu ke publik hingga masa jabatannya.
Belakangan, Komisi Informasi Publik mengabulkan gugatan Kontras agar pemerintah mengumumkan dokumen tersebut. Namun, setelah dicek, dokumen itu tidak ada di Sekretariat Negara.
"Ini menunjukkan citra buruk pemerintah. Pertama, malas mencari. Kedua, ini tata kelola administrasi yang buruk. Ketiga, bisa dituduh sebagai sikap yang tidak mau menindaklanjuti kasus Munir," kata Hendardi saat ditemui Kompas.com di Setara Institute, Jakarta, Selasa (25/10/2016).
Hendardi mengapresiasi langkah Jokowi yang memerintahkan Jaksa Agung untuk mencari dokumen tersebut. Namun, ia melihat proses pencarian dokumen terlalu lama.
Padahal, ia meyakini bahwa dokumen itu masih disimpan di berbagai institusi negara, seperti Polri.
Sebab, setelah dokumen itu diserahkan oleh tim pencari fakta pada 2005 lalu, SBY langsung meminta Polri untuk menindaklanjutinya.
"Artinya, kalau lihat proses itu, tidak hilang dong. Dasarnya Polri bekerja dari mana kalau bukan dari dokumen TPF," ucap Ketua Setara Institute ini.
Terlebih lagi, lanjut Hendardi, sudah ada penjelasan dari SBY dan jajarannya bahwa dokumen yang diserahkan TPF pada 2005 lalu juga disalurkan ke lima institusi negara, yakni Polri, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara, Kementerian Hukum dan HAM, serta Sekretariat Kabinet.
Pemerintah tinggal mencari dokumen TPF di lima institusi itu. Ia menegaskan, meski TPF dibentuk pada era SBY, tetapi Presiden Jokowi sebagai pemegang kekuasaan saat inilah yang mempunyai tanggung jawab penuh.
"Tanggung jawab pelanggaran HAM tidak serta-merta berhenti saat pemerintahan berhenti. Itu tanggung jawab pemerintahan yang sekarang," ucapnya.[kompas]