Di Duga Jadi tempat Cuci Uang Sebanyak 61.912 Koperasi Dibubarkan
[tajukindonesia.com] - Sebagai bagian dari program reformasi total perkoperasian selama dua tahun yaitu, 2014-2016, sebanayk 61.912 koperasi akan dicoret atau dikeluarkan dari database kementerian Koperasi dan UKM.
Banyaknya koperasi yang dicoret tersebut dikarenakan sudah tidak aktif menjalankan kegiatannya. ‘’Sebanyak 6.213 koperasi sudah telah selesai dibubarkan berdasarkan laporan dari Deputi Bidang Kelembagaan yang dikoordinasikan dengan daerah,’’ kata Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram.
Dijelaskan, sebanyak 32.427 unit koperasi lagi sudah siap dibubarkan dan menunggu usulan dari Dinas Daerah dan Deputi Kelembagaan. Selebihnya, sebanyak 23.272 koperasi lagi yang akan dibubarkan itu menunggu konfirmasi dari dari Dinas Daerah.
‘’Dari sebanyak 212.135 koperasi yang ada hingga akhir 2015, tercatat 150.223 koperasi yang masih aktif,’’ tutur Agus di kantornya saat membeberkan ‘’Dua Tahun Reformasi Koperasi’’ di kantornya bersama Deputi Kelembagaan Meliadi Sembiring dan Kepala Biro Perencanaan Bonar Hutauruk, Jumat [14/10/2016].
Di antara koperasi yang aktif, ternyata jumlah koperasi yang sudah menyelenggarakan rapat anggota tahunan [RAT], jumlahnya menurun. Pada 2014, koperasi yang mengadakan RAT sebanyak 80.008 unit. Tahun berikutnya, 2015, koperasi yang sudah mengadakan RAT sebanyak 58.107 unit.
Meliadi menjelaskan, tidak mudah membubarkan koperasi yang sudah tidak aktif. Sebab, ada proses yang harus ditempuh. Yaitu, harus melalui usulan dari dinas di daerah dan diteruskan ke Deputi Kelembagaan.
Sebelum dibubarkan, kata Meliadi yang belum genap seminggu diangkat menjadi Deput Kelembagaan, harus diselesaikan dulu kasus utang-piutang di koperasi tersebut. ‘’Kita juga membentuk panitia penyelesaian menyangkut soal utang-piutang para anggotanya,’’ kata Meliadi.
Menurut dia, banyak kasus koperasi sudah tidak aktif yang terjerat perkara kredit usaha tani [KUT]. Namun, berapa banyak koperasi yang terjerat kasus KUT dan berapa berapa dana KUT yang tertunggak, Kementerian Koperasi tak memiliki data yang jelas.
‘’Bahkan, ketika tim kami mengecek di lapangan, dan tak menjumpai koperasi itu, dibuatlah berita acara pembubaran koperasi yang diketahui kepala desa setempat,’’ kata Meliadi.
Pemeringkatan Koperasi
Selain pembubaran koperasi yang tidak aktif, Kementerian Kopeasi dan UKM juga mengadakan program pemeringkatan berdasarkan kesehatan koperasi. Namun, saat ditanya berapa banyak koperasi aktif yang makin sehat dan naik kelas berdasarkan volume usaha dan jumlah anggotanya, Kementerian tak memiliki data yang jelas.
Menurut Agus, data yang dimiliki untuk mengetahui koperasi yang sukses mengembangkan usahanya, hanyalah berdasarkan jumlah anggota, jumlah modal sendiri, jumlah modal dari luar, dan jumlah sisa hasil usaha [SHU] koperasi.
‘’Jumlah anggota koperasi naik dari 36,44 juta orang menjadi 37,78 juta orang, walaupun dilihat dari jumlah koperasinya menurun,’’ kata Agus. Dari sisi permodalan sendiri, kata Agus, jumlahnya bertambah signifikan, yaitu dari Rp 105,8 triliun menjadi Rp 142,65 triliun. Dari sisi SHU, juga naik, dari Rp 14,89 triliun menjadi Rp 17,32 triliun.
Agus menjelaskan, reformasi total koperasi meliputi tiga program, yaitu rehabilitasi, reorientasi, dan pengembangan. ‘’Kita ingin mengubah paradigma kuantitas menjadi kualitas,’’ tuturnya.
Agus juga mengutip penyataan Presiden Jokowi saat Harkopnas 2016 di Bengkulu bahwa Cooperative in Corporated. Koperasi harus dikelola secara manajemen yang benar dan moderen, seperti sudah dilakukan oleh perusahaan.
"Kami berharap, bisa terbentuk satu koperasi besar sebagai holding dengan koperasi-koperasi kecil di bawahnya. Sehingga, koperasi besar, moderen, tangguh, dan mandiri tersebut, bisa setara dengan swasta dan BUMN,” imbuh Agus.
Untuk program pengembangan, Kemenkop sudah banyak melakukan kerjasama dengan pihak lain. Di antaranya, kerjasama dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI) untuk menggratiskan pelaku UKM dalam pendirian koperasi (akte koperasi). Kerjasama dengan PT Telkom dan Kadin dalam membangun jaringan sistem IT untuk mengembangkan potensi Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) di daerah.
"Kerjasama dengan Kominfo juga sudah kita lakukan, dimana koperasi dan UKM bisa memanfaatkan domain gratis untuk bisnis e-commerce. Untuk penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR, kita bekerjasama dengan kalangan perbankan dan lembaga keuangan nonbank", jelas Agus.
Untuk mengawasi persaingan usaha di daerah, Kemenkop juga sudah kerjasama dengan KPPU dengan membentuk Satgas Kemitraan Pengawas Persaingan Usaha. "Tugasnya, mengawasi persaingan usaha di daerah, agar koperasi tidak terpinggirkan. Tidak boleh ada dominasi usaha besar atas koperasi, termasuk dalam hal tender-tender. Tujuannya, agar koperasi koperasi bisa berkembang," papar Agus.
Pencucian Uang
Agus berharap, ke depan, Kemenkop dan UKM juga tidak menginginkan adanya koperasi simpan pinjam yang digunakan sebagai tempat money laundering[pencucian uang] atau kegiatan pembiayaan lain yang bertentangan dengan hukum, seperti kegiatan terorisme.
"Kita tidak menginginkan adanya aksi semacam itu. Karena itu kita sejak awal berusaha mencegahnya,” kata Agus. Melalui Deputi Kelembagaan, akan melakukan penandatanganan kerjasama (MoU) dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Kita ingin secepatnya kerjasama itu diwujudkan. Kalau bisa bulan depan harus sudah selesai,” kata Agus.
Dengan kerjasama ini, tambah Agus, koperasi simpan pinjam yang selama ini masih melakukan praktek yang diduga menyimpang dari aturan kelembagaan, harus segera menghentikan kegiatannya. "Kalau ada koperasi simpan pinjam yang melakukan praktek tak baik, segera hentikan,” katanya.
Alasan kerjasama dengan PPATK ini, karena koperasi simpan pinjam tidak diawasi Otoritas Jasa Keuangam (OJK). “Karena koperasi tidak diawasi OJK, makanya kita meminta PPATK yang mengawasinya. Ini demi kebaikan koperasi itu sendiri,” pungkas Agus. [ts]