Mustinya KPK Juga Harus Incar Uang Mahar Pilkada
[tajukindonesia.com] - Baru-baru ini KPK berhasil menangkap Irman Gusman Ketua DPD RI dalam Operasi Tangkap Tangan dan berhasil menyita uang suap Rp 100 juta dari kamar tidurnya.
Banyak yang mempermasalahkan soal " kecilnya" uang suap yang diterima Irman Gusman dalam kasus distribusi gula yang tanpa SNI (Standard Nasional Indonesia ) itu. Namun substansi dari masalahnya adalah KPK menangkap pejabat tinggi negara yang memperdagangkan pengaruh bukan soal besar kecilnya uang suapnya. Apalagi bisa saja uang 100 juta itu hanya uang muka suap yang bisa bertambah besar dikemudian hari.
Penangkapan terhadap Ketua DPD RI yang sering berpidato anti korupsi itu juga memberikan pesan kepada para pejabat lainnya agar tidak korupsi. Pejabat setinggi Ketua DPD RI saja bisa di OTT, apalagi pejabat2 yang lebih rendah tingkatnya.
Terkait dengan tindak pidana korupsi itu, saat ini sedang dimulai Pilkada serentak di seluruh Indonesia yang antara lain juga diikuti oleh banyak petahana. Dalam tradisinya, bagi siapapun yang ingin mencalonkan, baik petahana maupun calon baru, harus didukung oleh partai politik karena memang mereka yang mempunyai legalitas untuk mengusung /mendukung calon Kepala Daerah.
Dalam prosesnya selalu terjadi transaksi uang sangat besar, ratusan kali dari 100 juta, bahkan untuk daerah2 kelas 1 bisa ribuan kali atau puluhan ribu kali dari 100 juta rupiah. Karena itu terjadi korupsi dimana-mana tidak ada habis-habisnya, tidak ada kapok-kapoknya, tidak ada takut-takutnya.
Karena setelah calon kepala daerah tersebut mendapat jabatannya, mereka harus mengembalikan uang mahar tersebut beberapa kali lipat dari uang maharnya ditambah untuk memberikan hadiah kepada dirinya sendiri dan keluarganya.
Waktu berada didalam jabatannya pun kepala daerah itu tidak bisa berkonsentrasi penuh kepada pekerjaannya sebagai kepala daerah yang harus melayani rakyatnya. Karena sebagian waktunya harus dihabiskan untuk memikirkan taktik-taktik bagaimana caranya bisa mengambil uang negara tanpa ketahuan, apalagi terkena OTT, untuk mengembalikan uang-uang mahar,uang kampanye, uang mengadakan acara-acara, pendekatan-pendekatan ke berbagai pihak untuk dirinya dan keluarganya.
Karena itu KPK harus berkonsentrasi kepada korupsi uang mahar Pilkada yang sekarang sudah dimulai prosesnya di lebih dari 100 daerah, Propinsi, Kota dan Kabupaten. KPK harus berkonsentrasi kepada calon-calon yang kuat, terutama petahana, pengurus-pengurus puncak Partai dan pengusaha-pengusaha besar yang bermain di Pilkada.
Karena sering terjadi justru pemain utamanya adalah pengusaha-pengusaha besar yang menjadi sponsor dari permainan disekitar Pilkada ini. Khusus untuk DKI Jakarta konon besarnya uang maharnya ini sampai ratusan milyar hingga trilyunan rupiah. Ribuan bahkan puluhan ribu kali lipat dari 100 juta rupiah yang berhasil disita dari Irman Gusman Ketua DPD RI.
Dengan membiarkan para pengusaha besar mempermainkan Pilkada ini, maka akan menyebabkan korupsi para Kepala Daerah akan terus menerus terjadi dan semakin lama semakin besar seperti telah terbukti dengan adanya rekening 21 Kepala Daerah yang mencapai 1 trilyun dan akan merusak pembangunan daerah dan menelantarkan kesejahteraan rakyat.
Karena itu KPK harus mengincar uang mahar dalam Pilkada, karena ini merupakan akar persoalan dalam pemberantasan korupsi. [rmol]