Astaga...Luhut Ingin Revisi Aturan Kontrak Tambang Minerba
[tajukindonesia.com] - Di tengah upayanya mendorong revisi Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman sekaligus Plt Menteri ESDM, Luhut Panjaitan menemukan gagasan bahwa sebenarnya yang perlu direvisi bukan UU Minerba, tapi Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 (PP 77/2014) tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batu Bara (Minerba).
"Revisi UU Minerba kita lagi bicara. Tapi kita kok malah lihat apakah ini harus direvisi ya? Karena yang kita lihat masalahnya PP-nya (PP 77/2014) yang harus direvisi," kata Luhut usai rapat di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (7/9/2016).
PP 77/2014 ini mengatur bahwa kontrak-kontrak pertambangan baru dapat diperpanjang oleh pemerintah paling cepat 2 tahun sebelum berakhirnya kontrak. Untuk PT Freeport Indonesia yang kontraknya di Tambang Grasberg, Papua, habis pada 2021 misalnya, pemerintah baru bisa memberikan perpanjangan pada 2019.
Menurut Luhut, aturan ini menghambat pemerintah memberikan kepastian pada investor. Perusahaan tambang yang ingin berinvestasi miliaran dolar membutuhkan kepastian kontrak jangka panjang.
Untuk pembangunan smelter misalnya, Freeport masih enggan membangunnya karena belum mendapat kepastian perpanjangan kontrak. Sebab, korporasi tambang dari Negeri Paman Sam itu tak ingin uang triliunan rupiah yang ditanamkan habis untuk membangun smelter, lalu ternyata kontraknya tak diperpanjang setelah 2021.
Tapi Luhut menegaskan, revisi PP 77/2014 dilakukan bukan hanya untuk memberi kepastian pada Freeport saja, melainkan untuk semua investor pertambangan di Indonesia.
"Kita tidak bicara Freeport, kita bicara semua. Kita mungkin dulu membuat kelalaian terhadap ini. Kita ingin melihat dengan benar supaya tidak membuat kesalahan lagi," tegasnya.
Saat ini revisi PP 77/2014 masih baru mulai dikaji. Rencana perombakan beleid ini akan digodok dalam sepekan. "Masih very early stage. Kita masih pelajari dalam satu minggu ini," tutup Luhut. (dtk)
Untuk pembangunan smelter misalnya, Freeport masih enggan membangunnya karena belum mendapat kepastian perpanjangan kontrak. Sebab, korporasi tambang dari Negeri Paman Sam itu tak ingin uang triliunan rupiah yang ditanamkan habis untuk membangun smelter, lalu ternyata kontraknya tak diperpanjang setelah 2021.
Tapi Luhut menegaskan, revisi PP 77/2014 dilakukan bukan hanya untuk memberi kepastian pada Freeport saja, melainkan untuk semua investor pertambangan di Indonesia.
"Kita tidak bicara Freeport, kita bicara semua. Kita mungkin dulu membuat kelalaian terhadap ini. Kita ingin melihat dengan benar supaya tidak membuat kesalahan lagi," tegasnya.
Saat ini revisi PP 77/2014 masih baru mulai dikaji. Rencana perombakan beleid ini akan digodok dalam sepekan. "Masih very early stage. Kita masih pelajari dalam satu minggu ini," tutup Luhut. (dtk)